|
|
Friday, November 10, 2006 |
|
Gus Dur: Manusia Sejuta Aksi
Saya pikir bangsa ini memang perlu berbangga. Boleh jadi belum ada satu negri pun di dunia ini yang mempunyai seorang presiden yang sekaligus pelawak. Atau kah pelawak yang sekaligus presiden? Negri mana yang punya presiden yang selalu melanturkan komentar kontroversial? Bangsa mana lagi yang punya pemimpin yang mampu mengocok perut 200 juta lebih rakyatnya? Hehehe :-) Bagaimana pun anda menempatkannya, tak pelak lagi bahwa lelaki yang satu ini selalu menyimpan (dan juga menyebarkan) sejuta pesona yang dimilikinya.
Dahulu saya sempat sedikit geram dengan beberapa ulahnya yang bisa dibilang sedikit "sableng". Pembawaanya yang kerap kali berkesan terlalu santai rasanya kurang patut untuk seorang pejabat tinggi negara seperti beliau. Berbagai paket kebijakan dan manuver politis yang diambilnya tak jarang mengundang decak kagum sekaligus hujatan dari berbagai golongan dan lapisan masyarakat. Kiranya tak salah saya mencantumkan gelar manusia sejuta aksi seperti yang terpasang pada tajuk tulisan ini. Sejuta aksi, tak lupa dengan sejuta pesona tentunya *halah* :-D
Dari sekian banyak kontroversi yang dibuatnya, saya pikir kunjungan kenegaraan yang dilakukan dalam frekuensi yang cukup tinggi merupakan sebuah pilihan favorit. Untuk yang satu ini, setidaknya ada satu kesamaan antara saya dengan Gus Dur: perjalanan dinas ke luar negri, hahaha! Perjalanan dinas kamu bilang? Hehehe... *kediph-kediph* Ingat sodara-sodara... ini merupakan sebuah perjalanan dinas! Bukan acara "ngelencer", apa lagi sekedar wisata belanja seperti layaknya ibu-ibu pejabat itu! Huh, gitu aja kok repot *pingsan* hehehe!
Geram? Sableng? Kontroversial? Hei, tunggu dulu! Kiranya saya terlalu cepat memberikan sebuah "judgement" atas dirinya. Mungkin karena selama ini saya belum melihat lebih dekat akan manusia yang satu ini. Terlepas dari beberapa langkah politis yang cukup membuat telinga sebagian orang menjadi cepat panas, Gus Dur memiliki serangkaian pemikiran yang maju. Jika tidak boleh dikatakan sebagai pandangan yang membebaskan (liberating). Namun sang empu sendiri ternyata tidak mau dan tak ingin dipusingkan dengan pemberian label terhadap bentuk pandangan dan pemikirannya. Boleh jadi, baginya perubahan tidak harus selalu memakai embel-embel sebuah nama.
Kebersahajaan pemikiran dan konsep-konsep yang dimilikinya itu lah yang saya pikir cukup relevan bagi masyarakat kita untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup berbangsa. Tak dapat dihindari, isi kepalanya pun ternyata tak selalu sejalan dengan puluhan juta pendukungnya. Memang tidak lah ada kebenaran yang mutlak, jadi wajar saja bila sebuah pemikiran, sebaik apa pun itu, tidak bisa memuaskan semua orang. Dia pun tak ingin ambil pusing dengan hal ini. Saya pikir cara Gus Dur semacam ini ada baiknya juga. Kalau "printhilan" semacam itu diladenin terus, bisa-bisa misi utama yang ingin dibawa malah tak bisa tercapai. Benar bukan? Viva Gus Dur!
Perjalanan Hidup
Gus Dur dilahirkan pada 4 Agustus 1940 di Jombang, Jawa Timur dengan nama resmi Abdurrahman Wahid. Mengenyam pendidikan di pondok pesantren di Magelang dan Jombang, Gus Dur melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Al Azhar, Kairo dan Universitas Baghdad. Dari pernikahannya dengan Sinta Nuriyah, pria ini dikaruniai empat orang putri. Salah satunya adalah Yenny Zanuba yang juga menjabat sebagai direktur pada The Wahid Institute, sebuah organisasi yang didirikannya di tahun 2004 yang bertujuan untuk menumbuhkan bibit Islam yang plural dan damai.
Lalu lalangnya di karir profesional membawanya berkelana di banyak organisasi. Salah satunya yang paling menonjol adalah pada organisasi keaagamaan Nahdlatul Ulama (NU). Keseriusan Gus Dur dalam pergerakan perdamaian dunia turut diwujudkan dengan keterlibatan aktifnya pada berbagai organisasi internasional yang mengemban misi tersebut. Hal ini pula lah yang turut mendorong beberapa organisasi tersebut untuk menganugerahkan serangkaian penghargaan kepadanya. Salah satunya adalah anugerah Ambassador of Peace dari International and Interreligious Federation for World Peace atau IIFWP di New York, Amerika Serikat. Di samping itu, tak kurang delapan gelar doktor kehormatan telah didapatnya dari perguruan tinggi di berbagai belahan dunia.
Kecintaannya pada dunia seni ternyata memang cukup kental. Terbukti dengan kegemarannya mendengarkan musik klasik karya Beethoven dan Mozart. Tak hanya sampai di situ, selera musiknya pun membentang hingga Janis Joplin dan musikus balada kenamaan negri ini: Ebiet G. Ade. Anda mengklaim diri sebagai seorang "movie freak"? Mungkin lelaki ini patut menjadi kompetitor bagi anda, hehe! Dalam periode 1986-1987, Gus Dur turut berparsipasi dalam Festifal Film Indonesia (FFI) sebagai anggota dewan juri. [Silakan merujuk juga pada ulasan FFI versi blog 80an; klik di sini]
Kini Gus Dur aktif menulis di berbagai kolom di beberapa surat kabar. Di samping itu, bapak yang satu ini juga kerap kali memberikan ceramah dan diskusi dalam berbagai forum baik di dalam maupun luar negri. Salah satu yang terbaru mungkin adalah rangkaian ceramah Ramadhan yang beberapa waktu lalu sempat ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi di negri ini. Da'i kondang? Boleh jadi memang demikian lah beliau! Tersohor? Pasti mahal dong tarifnya! Si empu pun tak berusaha menampik pendapat itu. Sering kali fee yang diperolehnya berkisar pada nilai 2M! Jangan cepat terkesima! 2M di sini bukan mewakili angka "dua milyar rupiah" seperti yang dibayangkan oleh sebagian besar dari kita. Lebih tepatnya, 2M ini berarti: Makasiy Mas :-D
To my surprise, Gus Dur ternyata telah mendapatkan penghargaan "Paul Harris Fellow" dari The Rotary Foundation of Rotary International di tahun 2000. Bagi anda yang dibesarkan di lingkungan Rotary tampaknya sudah tak asing lagi dengan this highly-respected award. Tapi maaf ya, Gus! Host dad saya sudah duluan menerima PHF di tahun 1998 tuh, hehe. Teriring pula rasa hormat saya untuk seluruh Paul Harris Fellow di berbagai penjuru planet ini.
Kelakar Gus Dur
Rasanya bukan rahasia lagi kalau carut marut kehidupan politik di negri ini telah memberikan tekanan (tension) yang cukup berat di otak kita. Kalau sudah begini, kerinduan kita saya pada kehadiran Gus Dur, yang kerap membawa keceriaan di segala suasana, menjadi begitu terasa. Ya, kita memang harus serius dalam menjalankan semua hal. Namun kiranya hal itu tidak lah selamanya. Seperti kata bapak yang satu ini: terlalu serius malah tidak baik. Sekali-kali santai sedikit tak apa lah.
Untuk menghadirkan sedikit keceriaan di benak anda kali ini, boleh lah saya menampilkan sekelumit lelucon tentang tokoh kita kali ini. Kelakar ini dimuat pada situs resmi Gus Dur yang saya rasa pastinya mendapatkan endorsement dari si empu yang bersangkutan. Terpasang di bawah direktori "Anekdot", kisah jenaka ini mengambil tajuk "Obrolan Presiden". Ah, daripada saya terlalu banyak berbicara lebih baik enjoy kan lah saja...
Obrolan Presiden
Saking udah bosannya keliling dunia, Gus Dur coba cari suasana di pesawat RI-01. Kali ini dia mengundang Presiden AS dan Perancis terbang bersama Gus Dur buat keliling dunia. Boleh dong, emangnya AS dan Perancis aja yg punya pesawat kepresidenan. Seperti biasa... setiap presiden selalu ingin memamerkan apa yang menjadi kebanggaan negrinya.
Tidak lama presiden Amerika, Clinton, mengeluarkan tangannya dan sesaat kemudian dia berkata: "Wah kita sedang berada di atas New York!"
Presiden Indonesia (Gus Dur): "Lho, kok bisa tau sih?"
"Itu... patung Liberty kepegang!", jawab Clinton dengan bangganya.
Ngga mau kalah, presiden Perancis (Jacques Chirac) ikut menjulurkan tangannya keluar. "Tau nggak... kita sedang berada di atas kota Paris!", katanya dengan sombong.
Presiden Indonesia: "Wah... kok bisa tau juga?"
"Itu... menara Eiffel kepegang!", sahut presiden Perancis tersebut.
Karena disombongin sama Clinton dan Chirac, giliran Gus Dur yang menjulurkan tangannya keluar pesawat...
"Wah... kita sedang berada di atas Tanah Abang!!!", teriak Gus Dur.
"Lho kok bisa tau sih?" tanya Clinton dan Chirac dengan heran, karena tahu Gus Dur itu kan nggak bisa ngeliat.
"Ini... jam tangan saya hilang...", jawab Gus Dur kalem. dodY says: "butsik ta kamsiiiiiiiiiiiiiiiiiik" *melirik pada tyka*
Posting kali ini sedikit banyak terinspirasi oleh pemikiran Gus Dur melalui beberapa tulisannya. Serangkaian buah pikirnya termuat di situs resminya. Untuk rujukan lebih lanjut silakan klik di sini. Jelajahi lah dunia maya lebih jauh dengan turut menilik The Wahid Institute yang didirikannya pada tahun 2004.
Teriring sebuah harap agar posting ini mampu memperkaya khazanah kehidupan kita sekaligus menghadirkan keceriaan di tengah hari-hari minna-san. Semoga pesan yang ingin disampaikannya mampu mencerahkan dan membebaskan jiwa anda. Selamat berkelana. Groetjes.
Photo credit: GusDur.net
posted by dodY @ 08:21
|
|
|
|
|
|
|
|
back to front page / kembali ke Blog