|
|
Friday, May 05, 2006 |
|
neverending rodi & endless romusha
Bekerja pada dengan institusi mitra dengan budaya yang berbeda tentunya memiliki tantangan tersendiri; jika tidak boleh dikatakan sebagai sebuah uji nyali. Kenapa ini saya sebut sebagai tantangan? Well, dalam sebuah persentase, bisa saya katakan bahwa lebih dari 60% porsi tugas yang saya kami kerjakan selalu berujung pada konflik dengan sang mitra tersebut. Satu dari sekian banyak tantangan tersebut adalah mengendalikan emosi kami yang sudah memuncak, hingga terasa seolah kepala mau petjaaaaaaaahhhhh... :-((
Buat Uda Yoyok, Bang Verry dan Mas Bagus jangan buru-buru naik pitam yah! Kebetulan yang saya bahas di sini ngga sepenuhnya berkaitan dengan tempat kalian mencari nafkah demi sesuap nasi itu. Paling tidak berbeda departemen dari kesatuan dinas kalian. Omong-omong... KKPPI, KPPU, dan BPEN tidak bernaung di bawah departemen yang sama 'kan? *winks* Eh, bentar dulu... saya kan mengabdi di bawah Kementrian P... jadi bukan departemen dunk :-)) *jayus ngga penting* Bukannya berniat memojokkan pihak tertentu, namun saya sangat menyarankan kepada anda semua untuk mempersiapkan hati dan kepala yang dingin pada saat bekerja pada dengan institusi.... eerrr.... uuhhmmm.... pemerintah.
Ya... saya akui bahwa ini bukanlah sebuah masalah dengan siapa kita bekerja, namun lebih kepada masalah perbedaan budaya kerja dari mitra kita. Bagi kita yang terbiasa bekerja dengan ritme cepat, menyesuaikan diri dengan tempo "lenggang kangkung" tentunya bisa menjadi sebuah tantantangan yang berat; jika tidak boleh dibilang cukup menggelikan. Belum lagi dengan fitur multitasking pada pribadi-pribadi KW-1 yang harus berhadapan dengan berlapis-lapis birokrasi yang tentu saja tak jarang membuat orang cepat naik darah. Oh, andai saja ini berlangsung selama bulan Ramadhan, bisa jadi puasa kami sudah batal sejak jam 10 pagi :-p
Sebagian dari anda mungkin mencibir: kok bisa tahan sih bekerja dengan mitra seperti itu? Bayangkan anda sedang terlibat dalam sebuah proyek. Semua rencana sudah diatur dengan rapi. Tiba-tiba supplier yang bawel tidak memenuhi janjinya. Tenggat waktu yang sudah ditetapkan terpaksa molor. Sebagai langkah awal anda memberikan peringatan kepadanya. Kalau memang sudah kebangetan (te erg) langkah memecatnya dan berpaling pada supplier lain bisa menjadi pilihan yang cukup manjur. Hehehe, kalo sudah begini rasanya asyik bener bisa pasang muka-muka judes di depan supplier :-))
Lalu bagaimana dengan saya kami? Mau mengancam sang mitra? Translation: cari mati aja! Mau memecat sang mitra? Translation: our funeral service. Being an equal partner? Tunggu dulu... in your dream, honey! Hallo... epribadih... ini adalah proyek balas budi gitu loh! Namanya juga kerja rodi... jadi ya mo protes gimana juga tetep aja dalam posisi kejepit (uuhmm... bukannya kejepit enak ya? huhuhu... *mesum mode on*).
Tak jarang idealisme kami harus beradu dengan tekanan dari pihak-pihak luar. Kekuatan politik menjadi suatu hal yang ditawar-tawar. Seperti layaknya nilai tukar valuta asing yang kerap berfluktuasi; begitu juga dengan kekuatan politik kami. Jadi ngga perlu kaget lagi baca berita-berita di koran tentang para petinggi yang sibuk dengan konspirasi politik kelas wahid tersebut. Kami di sini pun mengalaminya. Hehehe... tentu saja ini kelas krucuk, secara kami ngga sanggup untuk menyuap jaksa sebesar 600 jeti seperti layaknya bos Jamsostek itu :-)) Eh eh... tunggu dulu... koreksi: kita ngga pernah nyogok lho :-))
Tapi di balik semua itu kiranya ada banyak hal yang cukup melegakan kami. Salah satunya adalah sahabat saya: Angga Sukarman yang dengan setia memberikan ketenangan pada saat saya bekerja. "Anggap saja semua ini adalah ibadah... ikhlas saja... tenang... pahala kita gede kok", begitu kira-kira ucapnya dalam menenangkan diri saya. Jika tidak, mungkin saat ini kepala saya sudah benar-benar petjah :-p Meski masih ada kekurangan di sana-sini, setidaknya kami sudah berhasil membawa perubahan yang lebih baik. Dibandingkan periode sebelumnya, kami berhasil menyusun sistem yang baru dan lebih baik. Terbukti dengan praise dari peserta bahwa program periode ini mampu memberikan manfaat yang lebih bagi mereka. Kerja sama dengan pihak eksternal pun berjalan lancar. Ahhhh.... *bernafas lega*
Kadang saya berpikir... andai saja kami bekerja sendiri rasanya tak mungkin kami bisa melangkah sejauh ini. Bayangkan saja, tiga media elektronik lokal berhasil ditembus untuk melancarkan kegiatan publikasi kami. Masing-masing dengan satu jam spot talk show di ketiga media tersebut. Phone inquiries serta SMS hit yang kami terima sungguh melegakan hati. Belum lagi dengan ad libs di berbagai media tersebut yang turut membantu gencarnya serangan publikasi kami. Dan pastinya langkah-langkah ini terbukti sangat efektif. Ditambah pula dengan beberapa local papers yang datang meliput dan juga membantu kegiatan publikasi.
Belum lagi dengan sebuah sekolah mode yang dengan kebesaran hatinya memberikan banyak bantuan teknis dan juga supplies demi kelancaran proyek kami. Dari hitungan komersil, berapa juta rupiah yang harus kami bayarkan untuk semua itu? Dengan melacur sana-sini pun rasanya tetap saja tak sanggup menutup biaya itu semua. Kembali saya berpikir... andai saja kami bekerja sendiri rasanya tak mungkin kami mendapatkan semua kemudahan dan fasilitas itu.
Satu hal yang pasti adalah: kami bersyukur bisa melakukan tugas ini. Bukan dinilai dari besarnya materi, tapi tujuan mulia yang ingin kami emban. Tak bisa dipungkiri bahwa materi ikut menjadi andil dalam kami berkarya, namun kesemuanya itu seolah sirna dengan kelegaan dan kebahagiaan saat melihat karya kami mampu membuahkan hasil yang baik.
Sebuah kebanggaan tersendiri bagi kami untuk bisa melakukan "tugas negara" semacam ini. Demi pengembangan generasi muda bangsa ini... demi generasi muda yang berwawasan lebih luas... demi generasi muda yang mampu membaktikan dirinya kepada negara. Semoga langkah kecil yang kami lakukan ini mampu memberikan perubahan baik bagi generasi muda negri ini. Amien.
Dan teringat salah satu ucapan dari mas Leo yang bener-bener nonjok:
" ... bilang donk! Masa' Pimpro ngga dapat jatah?!"
Ya ya... bener juga kok, mas! Saya ngga bakal keberatan ditunjuk jadi ketua delegasi untuk program exchange berikutnya. Ke Korea? boleh lah... Beijing juga ngga nolak kok :-) Atau gabung dalam delegasi IATSS Forum untuk batch berikutnya? Ntar dulu deh! Pengennya siy jadi National Leader untuk program exchange-nya JICA itu tuh... fufufufufu! *sambil melirik mas Ari* Sudah pengalaman ngadepin pejabat-pejabat di Osaka, kalo cuma buat urusan begitu apa susahnya siy? hehehe *sombong*. Atau kalau memang bener-bener kepepet, sekedar jadi peserta conference di Kuala Lumpur pun saya rela kok. Sambil melihat sederet lembaran di buku paspor yang masih menanti ditempelin visa (dan di-stempel juga tentunya) *sigh* :-((
Bilangnya siy pengabdian kepada negara.... tapi kok ujung-ujungnya minta diberangkatin lagi? Hahaha... alasannya gampang: biar ngga rugi bikin paspor! Kapan lagi jalan-jalan ke luar negri dibayarin macam gini? Lagi.. lagi... dan lagi :-)
*gubraaaaaakkkkss*
...... ...... ...... ......
*pingsan*
Yo wis lah... semoga tulisan kali ini mampu memperkaya khasanah pengetahuan anda serta memberikan inspirasi tersendiri untuk keceriaan hari-hari minna-san. May this finds you all well. Groetjes.
posted by dodY @ 13:16
|
|
|
|
|
|
|
|
back to front page / kembali ke Blog