|
|
Tuesday, May 31, 2005 |
|
Bukan Bokong Bohay, Tapi Ini Humanitarian Affairs!
Kiranya saya harus memohon maaf kepada beberapa sahabat blogger sekalian sebelum "kericuhan" ini berlanjut lebih jauh. Sepotong pesan yang saya lemparkan ke beberapa fasilitas shout box pada beberapa “rumah” yang saya kunjungi tampaknya memang benar-benar berkesan “menggoda” jika tidak boleh dikata “mesum”, hehe :-) Tiada maksud untuk bersikap offensive, tapi yang penting hal itu sudah berhasil untuk menarik anda datang ke sini, bukan? Oke lah... cukup dengan “pemanasan” itu, mari kita langsung saja masuk ke “permainan inti” LOL!
Sekali lagi, posting kali ini secara special saya tulis sebagai sebuah credit untuk bapak yang satu ini. Dengan kepiawaiannya tak lagi perlu dipertanyakan, kang Luigi mampu menunjukkan kepada dunia bahwa melalui sebuah kesederhanaan insan manusia mampu memberikan inspirasi yang besar untuk membuat (sekaligus melaksanakan) perubahan. Dalam sebuah kebesaran hati kita diajak untuk melihat dunia dalam pandangan yang boleh dikata “sedikit tak lazim”.
Dimuat dalam majalah bulanan FHM Indonesia edisi Juni 2005, artikel ini kiranya memang cukup menggemparkan :-p Lihat saja cover di atas... gimana ngga bikin heboh, tuh! Ini lah dia: selebritis baru dunia blogger Indonesia. Mungkin tak hanya wartawan infotainment yang akan mengejar-ngejar mencarinya, anda pun bahkan rela mengantri untuk mendapatkan autographs-nya! Huahuahua! *sembunyi dari lemparan sandal jepitnya Luigi*
OK.. OK.. cukup dengan gelak tawa itu, kini mari kita lanjutkan kembali. Sekelumit kisah perjalanan karya kang Lui di Liberia tersebut ditampilkan dengan cukup menawan dalam feature “Hell Job” (pp.72-76). Arvero Iwantra, feature editor dari majalah yang bersangkutan menuliskan tajuk “Masih Mengeluh Pekerjaan Anda Menyebalkan?” di samping tag line “Kerja Di Neraka! Kisah Seorang WNI Dalam Misi PBB” yang terpasang pada bagian sampul seperti yang anda lihat pada gambar di atas. Gambar-gambar berikut adalah copy dari dua halaman pertama artikel tersebut.
Halaman 72 dan 73
Sengaja saya tampilkan dalam ukuran cukup kecil hingga tulisannya sedikit tak terbaca agar mampu mebuat anda semua penasaran. Kalau saja saya tampilkan seluruh artikelnya di sini bisa-bisa FHM Indonesia melayangkan protes resmi sehubungan dengan sebagian rejeki mereka yang saya rampok! Merampas rejeki orang itu tidak baik lho! Jangan donk, ntar bisa-bisa kuwalat beneran! Hehe… becanda kok!
Iwantra mengawali tulisannya dengan kisah si akang saat mengalami keracunan makanan hingga sempat dirawat di rumah sakit selama beberapa hari (p.72 col.1-3). Tutur si akang dikutip dalam gaya bercerita yang hangat sehingga mampu membawa pembaca ikut merasakan ke dalam suasana yang dialaminya. Dilanjutkan dengan profil karir bapak yang satu ini di UN’s Procurement Division sejak ditugaskan di markas besar di New York, berlanjut ke Baghdad hingga penempatannya di United Nations Mission in Liberia (UNMIL) sejak satu tahun silam (p.73 col.1-2). Perjalanan kisah itu berlanjut dengan menceritakan bagaimana pengalaman si akang pada hari-hari pertama bertugas di Liberia pada pantai Barat benua Afrika (p.73 col.2-3). Disajikan cukup lengkap, mulai dari kisah yang menyebalkan hingga yang super konyol dan mengundang gelak tawa kita semua.
Lebih jauh lagi, hasil wawancara Iwantra dengan si akang dituangkan dengan menjelaskan situasi keamanan di negri ini (p.74 col.1-2). Kondisi kehidupan yang keras telah memaksa sebagian masyarakat Liberia melakukan berbagai tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan staff PBB sebagai kaum expat pun tak pelak kerap menjadi sasaran empuk perampokan. Dalam tata letak yang cukup menawan, Iwantra juga menampilkan feature “Learn History” tentang Liberia yang disusun secara kronologis dalam bentuk time-line (p.74 col.3).
Pada bagian selanjutnya, Iwantra menuliskan tentang kejadian kerusuhan yang sempat melanda Liberia pada bulan Oktober 2004 dan bagaimana situasi mencekam tersebut dialami oleh si akang (p.74 col.2 & p.76 col.1). Tersirat pula bagaimana “repotnya” prosedur yang harus dijalani di kala proses evakuasi berlangsung. Hal ini juga lah yang sempat dialami si akang ketika bertugas Baghdad (p.76 col.2). Di akhir tulisannya Iwantra menutup dengan kesan-kesan Luigi dalam menjalankan tugasnya di salah satu misi perdamaian PBB tersebut sekaligus menyampaikan pesan dan harapan untuk mendorong generasi muda bangsa ini agar dapat turut berkontribusi di kancah internasional (p.76 col.3). Tulisan Iwantra ini juga dilengkapi beberapa foto (hasil dokumentasi si akang) yang menggambarkan kondisi carut-marut akibat peperangan, kerusuhan yang timbul akibat demonstrasi serta lukisan situasi umum di Liberia.
Whhuiiihh… bagaimana mungkin anda tak tersentuh oleh perjalanan hidupnya yang amat berwarna semacam ini? Jika anda adalah pembaca setia blog yang satu ini, tentunya tak akan merasa asing lagi dengan kisah-kisah seperti ini. Tapi tunggu dulu, posting saya kali ini tidak berhenti begitu saja sampai di sini! Sebagai pendukung setia blog yang satu ini (sampe kuping merah kepanasan gara-gara dengerin si bapak nyap-nyap) kiranya saya ingin menyampaikan sedikit "perspektif alternatif" dari apa yang sudah dituliskan oleh Iwantra.
Penempatan frasa “kerja di neraka” pada halaman sampul serta “hell job” pada tajuk artikel (p.73) sangat terkesan sebagai sebuah exaggeration. Lebih jauh lagi, penggunaan kata “WNI” (Warge Negara Indonesia) pada tag-line di halaman sampul pun memberikan kesan seolah-olah tulisan ini bagaikan sebuah kisah TKW yang disiksa majikannya atau mengalami berbagai bentuk penderitaan lainnya ketika tengah mencari nafkah di negeri seberang (perumpamaan ini sama sekali tidak bermaksud mendisktritkan para TKW kita). Saya pikir seharusnya ada pilihan kata-kata lain yang lebih “halus dan bijaksana” untuk menuliskan judul tersebut.
Iwantra telah berhasil membawa pembaca ke dalam sebuah bentuk persepsi awal bahwa si akang terbuang ke dalam sebuah pengabdian karya di tanah neraka. Persepsi ini tentunya dapat dikatakan sedikit unfair bagi si akang. Seseorang pastinya akan berpikir 37 kali sebelum memutuskan untuk pergi mencari nafkah ke tempat yang digambarkan sebagai neraka. Cukup adil kah ini digambarkan sebagai sebuah neraka? Tentu tidak!
Bekerja pada bidang humantarian affairs (dalam konteks ini dijelaskan pada salah satu misi perdamaian PBB) tidak lah bisa semudah itu dipandang sebagai sebuah “hell job”. Setiap pekerjaan memiliki risiko dan rewards tersendiri, and this job happens to have a different kind of risks and rewards. Di tengah luasnya pilihan career path yang ada, pekerjaan ini memiliki karakteristik yang amat berbeda dari berbagai pilihan lain yang ada. Saya yakin yang bersangkutan pun memiliki pandangan tersendiri dalam keputusannya memilih pekerjaan ini dan tidak serta-merta memandangnya sebagai sebuah “hell job”.
Mau tidak mau, persepsi itu pun ikut diperparah oleh penempatan tajuk “Masih Mengeluh Pekerjaan Anda Menyebalkan?” pada artikel ini. Seolah-olah pengabdian karya di bidang humanitarian affairs adalah sebuah pekerjaan “buangan” yang lebih menyebalkan dari pekerjaan-pekerjaan lain pada umumnya. Untuk anda yang menekuni pekerjaan yang terbilang “smooth-sailing” (seperti bagaimana FHM memposisikan pembacanya), berkarya pada bidang ini tentunya bukanlah sebuah pilihan yang menarik. Namun adil kah sikap semacam ini bagi seseorang yang bekerja pada bidang humanitarian affairs? Saya yakin terdapat sebuah niat mulia disamping pencapaian karir profesional dari orang-orang yang berkarya di bidang ini. Yang sedikit saya sesalkan adalah penempatan tajuk semacam itu yang mau tak mau menimbulkan bias di pihak pembaca. Seharusnya Iwantra lebih mampu menempatkan subyek ke dalam porsi yang lebih proporsional.
Terjebak di tengah kerumunan massa demonstran yang amat bengis, berjalan di samping kawanan bersenjata, mengamati pedihnya perjuangan hidup penduduk di daerah yang dilanda konflik mungkin bukan lah gambaran keseharian yang indah. Pada saat berada di lokasi konflik gambaran seram semacam itu memang tiada habisnya menghantui pikiran anda. Selalu saja kita dihadapkan pada masa dan kondisi sulit seperti ini. But trust me, it’s a highly rewarding job. Just ask this amazing guy dan dia kan menceritakan seluruhnya untuk anda. Terdapat sebuah bentuk kepuasan tersendiri pada pekerjaan di sebuah misi kemanusiaan yang terkadang tidak mudah diukur dalam unit satuan moneter (baca: duit). Di sini saya berusaha menyampaikan bahwa perbedaan tersebut lah yang seharusnya bisa membuka pandangan anda. Tidak lah fair bila serta merta anda menganggapnya sebagai sebuah hell job.
Oh well… punten pisan kalau saya sudah terlalu banyak nyap-nyap di tulisan ini. Maklum lah, namanya juga dodY! Dari dulu sudah dikenal dunia sebagai orang "sok tau" dan "tukang nyela" kelas wahid! Jadi saya harap minna-san pun memakluminya. Gomen ne :-)
Terlepas dari berbagai celaan yang saya tuliskan di atas mungkin ada baiknya untuk berpikir sedikit lebih jauh. Bahwa di balik semua ini mungkin terdapat sebuah alasan yang cukup mendasar. Yes! It’s nothing personal… it’s just business as usual. Bad headline makes a good copy! Hehehe… saya yakin pun memang benar demikian adanya. Jika tidak bagaimana mungkin FHM edisi Juni 2005 ini mampu mencapai penjualan yang memuaskan. Tapi ya… omong-omong… dengan seorang Imogen Bailey dalam pose syuuur pada halaman cover seperti itu… siapa sih yang masih butuh baca headline-nya? Hahaha … LOL!
Hope this finds you well dan semoga perjalanan kisah Luigi tersebut mampu memberikan inspirasi tersendiri bagi keseharian anda. Dan bila anda cukup tertantang untuk "banting stir", silakan bergabung dalam sebuah misi kemanusiaan seperti layaknya:
bapak yang satu ini; tampangnya udah kayak tukang ledeng gak siiyy? *mario bros mode on* :-)
groetjes,
dodY xxxx
posted by dodY @ 20:40
|
|
|
|
|
|
|
|
back to front page / kembali ke Blog