|
|
Monday, May 16, 2005 |
|
Sehat Itu Memang Mahal
Special credit goes to bapak yang satu ini untuk salah satu tulisannya yang bisa dikata very inspiring, jika tidak boleh diklaim sebagai posting yang spektakuler *indonesian idol mode on*. Hehe, garus banget deh! Posting kali ini sedikit banyak masih berkisar pada masalah kesehatan yang belakangan ini kerap menjadi perhatian utama dalam keseharian saya. Beberapa kejadian yang menimpa tersebut kiranya sekali lagi mampu “menyentil” saya untuk menghargai betapa besar arti kesehatan dalam kehidupan kita.
Dibesarkan oleh orang tua yang berprofesi sebagai dokter kiranya membawa sedikit perbedaan dibanding rekan-rekan saya lainnya. Dalam perjalanan usia hingga menginjak angka dua-puluh-lima tahun ini, jumlah visite dokter yang pernah saya lakukan kiranya bisa dihitung dengan jari. Sejak kecil, tanpa “ba-bi-bu” ibu saya sudah tanggap dengan masalah kesehatan yang saya hadapi. Keterbatasan referensi profesinya sebagai dokter umum tak membuat special treatment buat saya dan kakak (dan tentunya ayah saya juga) berhenti sampai di situ. Melalui rujukan kepada berbagai kolega dengan bermacam-macam spesialisasi yang dikuasai telah membawa pelayanan istimewa bagi kami berlanjut jauh.
Berbagai layanan khusus itu begitu memanjakan, hingga tanpa disadari ritual ini telah membawa kami keluar dari pakem yang selama ini berlaku di masyarakat. It’s what people defined as “your high sky-rocketing medical bills”, hehehe. Boleh dikata hal itu adalah sesuatu yang jarang terjadi dalam keseharian saya. Lalu, bagaimana dengan mereka para kolega sang Bunda? Kisahnya tak jauh berbeda! Sudah ada semacam kesepakatan di antara para “sahabat se-profesi” itu untuk tidak mengenakan biaya pemeriksaan kepada kami. Kalau boleh digambarkan dalam sinetron “Si Doel Anak Sekolahan”, ini adalah ekspresi orang Betawi yang diungkapkan melalui kata-kata “gile bener”! Dan ingat… ini sama sekali bukan bermaksud menyinggung bang Doel a.k.a mas Leo yang legendaris itu :-p
Mungkin ada benarnya kalau berbagai keistimewaan yang kami terima selama ini membuat saya sedikit “ngelunjak” dan cenderung taking these for granted. Jika orang-orang memanggil sang dokter dengan sebutan “Dok”, maka hal itu tidak pernah saya lakukan. Yang ada hanya lah panggilan “oom atau tante”, mengingat posisi mereka sebagai kolega ibu saya. Kebetulan beberapa di antaranya adalah orang tua dari sahabat-sahabat saya sendiri, jadi pantas lah saya panggil mereka dengan sebutan seperti itu. Yang lebih kurang ajar lagi, saya bahkan pernah memanggil sebagian dari mereka dengan sebutan “mbak/mas” secara para profesional ini berada di bawah supervisi ibu saya di rumah sakit. *gubrak* … *pingsan* … *iPE mode on*
Namun apa jadinya bisa mendadak semua layanan spesial tersebut menjadi begitu jauh untuk diraih? Nah, kalau yang ini lain lagi ceritanya. Kisahnya kembali pada periode tahun 1997-1998 saat saya “terbuang dalam pengasingan” di tengah hamparan gurun maha luas pada jantung benua Australia. Secara garis besar, ada dua macam penyakit yang saya alami dalam rentang masa satu tahun di sana hingga menjadi cukup serius dan membutuhkan pemeriksaan dokter. Pertama adalah batuk dan flu yang cukup berat hingga membuat saya menderita dan kedua adalah… *bunyi genderang bertabuh* … *hold your breath* … chicken pox alias penyakit cacar air! Yaiikss… sumpah, hancur banget deh!
Kasus pertama: batuk dan flu berat! Terjadi pada bulan Januari 1998, saat berlangsung bulan suci Ramadhan. It’s summer time dan kiranya ini merupakan salah satu kejadian paling menyebalkan selama saya tinggal di benua kanguru. Dari Emerald, my DownUnder hometown, di bagian central Queensland saya menempuh jarak 580 kilometer menuju Bundaberg di wilayah pantai Timur untuk menghadiri acara gathering fellow inbound exchange students pada RI’s District 9570. Sengaja berangkat sepekan lebih awal untuk memberikan sedikit waktu buat saya bisa menikmati kota ini di luar program dan jadual yang telah dirancang oleh pengurus distrik. Acara gathering sekaligus kegiatan summer camp… tidak kah ini terdengar cukup menyenangkan bagi anda semuanya? Hehe! Saya pun nekat untuk tetap menjalankan ibadah puasa terlepas dari perjalanan musafir dan panjangnya siang di kala musim panas.
Sebenarnya kondisi badan memang bisa dibilang kurang fit. Tapi yang namanya dodY, apa sih yang ngga nekat?! Hahaha! Pada hari kedua setelah kedatangan saya di “Sugar City” (sebutan lain kota ini), badan pun lemas adanya hingga saya pun terpaksa tak lagi menjalani ibadah puasa. Liburan yang seharusnya menyenangkan harus saya lalui dalam rasa sakit yang mendalam. Hari berikutnya, kondisi semakin memburuk hingga host family pun memutuskan untuk memeriksakan saya ke dokter. Cring… cring… cring… there goes my great deal of beautiful Aussie dollars :-( Uang saku untuk acara liburan pun sontak cepat terkuras berpindah tangan untuk sang dokter itu! Aaarrgh! Lebih parah lagi, ini semua terjadi pada hari ulang tahun saya yang ke-delapan-belas. Sedih ngga siiiy?! Untung saja dalam waktu beberapa hari ke depan sakit mereda dan saya bisa menikmati serangkaian kegiatan gathering dan acara summer camp bersama fellow inbound exchange students yang telah saya nantikan itu.
Kasus kedua: chicken pox alias cacar air! Masih dalam musim panas yang tiada habisnya memanggang Outback Aussie dalam suhu 45 derajat Celsius selama tiga bulan penuh! Summer waktunya liburan kok malah sakit, piye tho iki :-p Berawal dari Patrcik Bryce Mitchell, 2 years old—my host brother, yang lebih dulu terserang penyakit ini. Tak sedikit pun saya khawatir, mengingat di masa kecil dulu saya sudah pernah menghadapi serangan ini sehingga terbentuklah kekebalan untuk menghadapi gempuran kedua. I thought so, tapi ternyata dugaan itu keliru. Ada apa kah gerangan?
Berselang sepekan setelah si kecil Patrick sembuh dari sakit maka berikutnya giliran saya lah yang menderita. Awalnya hanya sekedar demam, namun berlanjut hingga benar-benar menyiksa saya. Host family pun tak tega melihat saya tergolek lemas di ranjang. Kejadian ini membuat mereka memaksa membawa dan memeriksakan saya ke rumah sakit malam itu juga. Tolakan untuk menunda hingga keesokan hari pun tak digubris meski saya yakin masih mampu bertahan pada malam itu. Diagnosa pada pemeriksaan pertama ini tidak menunjukkan gejala cacar air. Saya dirujuk pada serangkaian obat untuk menangkis demam yang menyerang saya. Dua malam berlalu kondisi saya pun semakin membaik.
Pada malam ketiga serangan demam kembali datang. Kali ini disertai dengan bintik-bintik cacar pada sebagian tubuh saya. Tergolek lemas di ranjang, saya pun sekali lagi “dibawa paksa” ke sebuah klinik untuk diperiksa lebih lanjut. Dan sekali lagi pula, tolakan saya untuk menunda hingga keesokan harinya tidak digubris sedikit pun. Padahal sebenernya saya masih bisa bertahan, lho! Pancene bocah edan! Wong wis ngerti loro kok isih nekat njaluk sesuk budhal nang dokter. Ngenteni tewas dhisik opo piye? Hehehe, buat yang ngga ngerti bahasa Jawa, silakan langsung tanya bang Doel aja ya :-) Datanglah saya di klinik “Bellonoghov”, yang sesuai dengan namanya saya pun diperiksa oleh Dr. Bellonoghov. Cool banget, orang Rusia, yang meski ngomongnya medok dan bertampang sangar bak preman pasar tapi tetap saja ramah dan menyenangkan. Dengan segala trik-nya yang jitu dia berhasil meredam keresahan saya malam itu. Hebat pisan, euy!
Tanpa banyak ba-bi-bu, setelah serangkaian pemeriksaan Dr. Bellonoghov berucap kalau saya postif mengidap cacar air. Tak pelak saya pun terheran, mengingat di masa kecil sudah pernah mendapatkan penyakit ini yang seharusnya menimbulkan kekebalan terhadapnya. "Well, there’s always a chance to get it second time… dan tampaknya kamu memang tertular dari si kecil Patrick", begitu kira-kira ucapnya. Aaaaarrrgh!!! Dan dua pekan liburan musim panas itu harus saya lalui dengan “bersantai” di rumah. Hehe, produktif banget tuh :-p
Sebenarnya yang bikin saya lebih “sakit” bukan lah cacar air itu. Lalu apa pasal yang menyebabkan saya bertambah “sakit”? Tunggu dulu! Beberapa hari kemudian datang lah tagihan untuk serangkaian pemeriksaan dokter dan biaya obat yang saya konsumsi. Saya pun pasrah menerimanya. Apa lah yang bisa diharapkan dari medical bills seperti ini selain menguras rekening bank sekali lagi. Walau dengan berat hati saya bisa memaklumi serangkaian biaya yang ditagihkan tersebut.
Tidak berhenti di situ, ada satu item yang hampir saja membuat saya pingsan! After-business-hour charge yang besarnya melebihi keseluruhan biaya pemeriksaan dan obat! Tuh kan, makanya gue ngotot minta nunggu sampe besok pagi… nah ini… malam-malam pula nekat pergi ke dokter. Hehe, belakangan gini baru deh ngomel-ngomel. Yang bikin saya lebih ngamuk, after-business-hour charge ini tidak termasuk dalam perhitungan pada paket OSHC (Overseas Student Health Cover) dari Medibank Private yang saya pegang. Selain hanya sebagian kecil dari medical expenses yang di-cover, saya masih juga harus menanggung beban berat ini. Sekali lagi, rekening bank harus kembali terkuras dalam kecepatan cahaya. Oh Tuhan, kiranya ini memang pelajaran yang berharga. Sehat itu memang mahal dan berharga. Tak terbayang betapa banyak hal harus terlewatkan tanpa arti hanya karena kita terjatuh sakit.
Dari berbagai pengalaman tersebut, kiranya ada beberapa hal ingin saya sampaikan:- Saat anda berada di luar negri, kindly bear in mind that medical bills can be extremely expensive! Hal ini membuat opsi “staying fit and healthy” adalah sebuah keharusan yang tidak boleh ditawar lagi. Kecuali bila perusahaan tempat anda bekerja dikenal sangat dermawan dalam menyediakan paket health insurance benefit yang cukup komprehensif dan anda cukup beruntung dengan kondisi rekening di bank dalam posisi “gemuk-sexy-dan-bahenol”! Tapi hari gini, siapa sih yang pengen sakit?! Bila anda adalah seorang pelajar/mahasiswa dalam kondisi finansial yang serba terbatas, tentunya perlu berpikir tiga-puluh-tujuh kali untuk bersikap sembarangan alias tidak memperhatikan kesehatan anda.
- Jika anda pikir anda bisa bertahan maka tidak usah memaksa pergi ke dokter. Ingat, Tuhan menganugerahkan kekebalan yang cukup handal bagi kita (dibanding para bule itu) dalam menghadapi penyakit-penyakit tropis semacam influenza yang sudah terlalu jamak di negri ini! Terkadang hidup di wilayah tropis tak selamanya menyebalkan :-) OK, mungkin hal ini tidak lah cukup bijaksana but you know yourself well enough.. just how far you can handle those pain. Jika memang tidak tertahankan maka buat apa menunggu lebih lama untuk pergi ke dokter? Mau nunggu ambruk & terkapar? Ngga kan?
- Things go wild at night time. Ungkapan ini mungkin memang benar adanya. Sebisa mungkin bila memang anda harus berkunjung ke dokter, lakukan pada pagi atau siang hari during weekdays. Lupakan untuk melakukan ini semua pada waktu malam apa lagi weekends. Lebih parah lagi pada saat tanggal merah alias libur nasional. Ingat baik-baik pelajaran after-business-hour charge yang saya alami tadi! Bertahan lah lebih jauh! Ingat, hidup di negri orang seharusnya dapat meningkatkan your level of endurance dalam menghadapi segala cobaan yang ada. Lain halnya bila anda sudah tergolek di ranjang dalam kondisi lemas lunglai tak berdaya. Daripada terlambat mending buruan aja ke dokter :-p OK?!
- Bawa serta obat-obatan yang selama ini anda konsumsi di tanah air. Jika perlu, tak ada salahnya mempersiapkan jamu tolak angin atau ramuan Kuku Bima sebelum keberangkatan anda ke luar negri (ingat, Viagra ngga selamanya manjur lho, hehe). Terkadang kecocokan terhadap jenis obat tertentu yang diproduksi dalam negri ikut terbawa saat anda menetap di negri seberang. Tidak semua barang buatan bule itu cocok buat kita. Lain halnya jika anda menaruh 100% kepercayaaan pada keajaiban dunia medis modern maka ide ini bisa saja diabaikan :-p
Ada banyak cara untuk menjalankan pilihan "staying fit and healthy" seperti yang saya sampaikan di atas. Salah satunya adalah memeras keringat dengan berolah raga pada sebuah fitness centre. Keanggotaan pada klub kebugaran memang mahal, dan bila ini harus dihadapkan oleh setumpuk text books yang perlu dibeli atau biaya penelitian thesis yang sedang dijalankan atau tagihan telpon yang mendadak selangit gara-gara pacar atau istri yang sedang kangen berat di tanah air… maka kiranya anda harus berpikir tiga-puluh-delapan kali untuk memutuskan hal ini.
Hidup di negeri seberang menuntut kita untuk bisa kreatif, maka mainkan otak anda! Berangkat lah ke kampus atau kantor anda dengan berjalan kaki. Dengan begini anda bisa berhemat sejumlah dana dalam jumlah yang cukup signifikan. Hitung-hitung juga mengurangi polusi udara! Namun bagaimana bila anda berada di Outback Aussie dan hal ini bisa berarti walking through a hot and sunny day of 45 degrees Celsius? Tidak cukup bijaksana? Bagaimana pula bisa lokasi antara asrama/apartemen anda berjauhan dengan kampus/kantor? Let say anda tinggal di Melbourne sementara kampus berada di Perth *sambil melirik Syahrani* Sekali lagi anda harus memutar akal. Cari tumpangan jika memang tidak memilik kendaraan sendiri… dan pilih mobil yang dilengkapi dengan penyejuk udara yang handal jika tidak ingin menderita selama perjalanan. Jangan mau naik mobil yang “butut” jika anda tak ingin pamor anda jatuh karenanya. Hahaha… hari gini masih penting yah… matre banget deh :-p
Lalu kapan olah raga dong kalo begini terus ceritanya? Well… mengerjakan thesis, menyusun laporan serta menghadapi omelan bos anda sudah cukup membuat anda lelah, bukan? Dan ingat, kesemua hal tersebut mampu memeras otak sehingga anda pun bisa saja terjatuh dalam kelelahan yang mendalam. Jadi, dengan kata lain semua itu sudah bisa dianggap olah raga :-) LOL
OK, saya akui kalau beberapa usulan di atas mungkin terdengar cukup kontroversial, namun kiranya anda semua cukup dewasa untuk mampu memilah mana saja yang kiranya bisa diterapkan. Yang saya inginkan adalah anda bisa menyadari besarnya arti kesehatan bagi hidup kita. Saya harapkan pula, serangkaian pengalaman yang saya tuliskan dalam kisah di atas cukup mampu memberikan inspirasi tersendiri bagi anda.
Anda mungkin saja bisa mengelak dengan berucap, "Males ah, gue udah sehat kok!". Harus kah menunggu sampai anda jatuh terkapar sambil merintih berkata, "Bener juga, yah! Males banget kalau mesti sakit begini. Ngga bisa ngapa-ngapain". Perlu waktu berapa lama untuk membuat anda sadar kalau selama ini salah? "Staying fit and healthy" bukan lah sekedar trend gaya hidup sesaat. Ini semua merupakan kebutuhan yang menuntut untuk selalu dipenuhi selama hayat masih dikandung badan. Dengan begini benar lah apa yang pernah disampaikan oleh WHO, organisasi kesehatan dunia di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, "health is not everything, but without it everything is nothing".
Tak ada artinya bila anda masih saja berada dalam titik "sekedar sadar". Beraksi lah sekarang! Banyak jalan menuju kesehatan dan kebugaran yang lebih baik. The choice is endless… pick or make one yourself. Jadi, mulai saat ini tempatkan "staying healthy and fit" sebagai salah satu prioritas utama dalam keseharian anda. By the way, saat ini anda sudah bisa sedikit tersenyum! Membaca posting ini dijamin mampu membakar cukup banyak kalori, sehingga anda bisa bersantai sesudahnya. "Gue udah selesai olah raga, kok! Tuh, barusan selesai baca tulisannya dodY" :-) *dodY lari ngibrit menghindari lemparan sepatu anda*
Hope this finds you all well and have fit-and-healthy days :-)
posted by dodY @ 21:00
|
|
|
|
|
|
|
|
back to front page / kembali ke Blog