|
|
Friday, February 10, 2006 |
|
"membuka mata hati"; mungkin memang itu lah jawabnya...
Sudah hampir beberapa bulan belakangan ini kerap kali saya diliputi emosi yang cukup mendalam. Sebuah hal yang sepele saja dengan mudah mampu memacu rasa amarah saya. Hanya karena hal yang kecil pun tak jarang kami bertengkar. Tanpa alasan yang mendasar sering kali saya memperuncing permasalahan yang kami hadapi, hingga berlarut-larut yang seolah tiada berujung. Entah bagaimana mesti menjelaskannya: mungkin karena beban pikiran yang berat lah yang membuat kami acap kali mengedepankan emosi. Hmm... tentunya ini tiada bermaksud mencari kambing hitam dengan menyalahkan pekerjaan.
Ya, kami memang sudah tidak lagi terikat dalam sebuah pertalian asmara.
Pada saat "hubungan" kami berakhir, saat itu juga saya berpikir bahwa segala urusan di antara kami berdua juga akan mengalami hal yang serupa. Namun ternyata banyak hal yang tidak lah cukup sederhana untuk dapat dipahami semudah yang saya inginkan. Berakhirnya "hubungan" itu ternyata justru menjadi awal dari beberapa pertentangan di antara kami berdua. Tak jarang kami bertengkar hanya karena hal yang kecil. Beberapa pertentangan pendapat tak dapat terelakkan hanya karena salah pengertian di antara kami berdua.
Saya pun merasa amat kesal. Rasa amarah yang mendalam lagi tak tertahankan pun akhirnya berkecamuk dalam hati saya. Pada saat yang bersamaan saya juga merasakan sebuah kesedihan yang cukup besar. Sebenarnya yang saya inginkan hanyalah kami bisa tetap bersahabat tanpa harus saling beradu argumen dalam balutan emosi yang memuncak. Yang saya inginkan hanyalah kami bisa menjaga silaturahmi yang sempat memudar hanya karena berakhirnya tali asmara kami. Yang saya inginkan hanya lah kami dapat tetap bersapa dan bertutur dalam tawa dan canda seperti dulu... jauh sebelum kami memutuskan untuk "jadian".
Namun sungguh berat rasanya untuk bisa mencapai itu semua. Mengembalikan keindahan persahabatan kami ternyata tidak lah semudah membalikkan telapak tangan. Apa lagi dengan adanya kejadian berakhirnya status "berpacaran" kami. But the world goes on while we indulge ourselves in sadness. Memang tidak lah mudah... Kemudian saya berpikir bahwa hal ini tak boleh dibiarkan terus berlanjut. Saya tak ingin kami berdua terus menerus menyimpan amarah. Saya tak ingin kami berdua terus diliputi emosi setiap kali bertutur sapa. Bagaimana pun juga hubungan baik harus tetap dibina. Saya pun kemudian memutuskan untuk membicarakan hal ini dengannya.
Beberapa malam yang lalu kami duduk berdua mendiskusikan apa yang selama ini kami alami. Tentang apa saja yang terjadi setelah kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan "pacaran" itu. Tentang apa saja yang kami rasakan... dan tentunya juga tentang apa yang kami harapkan.
Memang benar. Segala sesuatu yang dibicarakan dalam hati tenang akan mudah mencapai tujuannya. Saya melihat ke belakang: pada saat-saat di mana kami mengedepankan emosi dalam berbagai pembicaraan kami. Sulit sekali untuk bisa membuat pasangan memahami dan mempercayai akan apa yang kita sampaikan. Saya menemukan bahwa pada saat kami membuka hati hambatan yang berat sekali pun rasanya bisa kita lalui.
Mata hati pun terbuka. Kami berusaha untuk melihat, memahami dan merasakan satu sama lain. Tentunya dalam hati yang tenang, bukannya dalam emosi seperti apa yang berlangsung sebelumnya. Dan dengan hati yang terbuka lah kami berusaha menyelesaikan segala pertentangan dan amarah yang kami alami selama ini.
Ya, kami memang sudah tidak lagi terikat dalam sebuah pertalian asmara...
Jika anda perhatikan salah satu posting saya, tentunya kini terjawab sudah pertanyaan akan kisah mana yang sebenarnya saya maksudkan di posting ini. Dan pula bagaimana kelanjutan kisah asmara tersebut. Memang bukan lah kejadian "kemarin malam", bukan pula "minggu lalu". Kalau boleh dibilang mungkin memang sudah cukup lama. Sekitar pertengahan Oktober lalu tepatnya. Sengaja tidak langsung menuliskannya karena pada saat itu saya tengah diliputi emosi yang mendalam. Dan kini dengan hati yang terbuka baru lah saya memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang terjadi dan apa yang saya rasakan.
Ya, pertalian asmara itu memang telah berakhir...
Seperti yang pernah Nauval sampaikan kepada saya: "no break-up is easy"; kiranya memang ini bukan lah hal yang bisa kami anggap enteng semata. I came to one point where I find out that we can't get to our object of affection. It's like our affectionate feeling gets stuck at a point (and simply not going anywhere).
Rasanya tidak lah adil untuk melimpahkan semua kesalahan ini padanya. Saya merasa bahwa kami berdua turut berperan dalam berakhirnya pertalian tersebut. Kami berdua telah mencoba untuk menjalani sebaik-baiknya; namun apa daya ternyata usaha tersebut tidak lah membuahkan hasil. Berat baginya untuk menjalani hubungan ini, sementara itu ekspektasi saya berjalan menuju arah yang tiada bertemu dengan keinginannya.
Saya dapat pastikan bahwa ini bukan lah disebabkan oleh kehadiran orang ketiga. Bukan pula karena jarak yang begitu jauh memisahkan kami berdua. From this lesson I've learned that different people carry different kind of love, and care. Kami berdua paham benar bahwa kami masih saling menyayangi. Namun sayangnya ekspektasi dari masing-masing individu tidak dapat terpenuhi: then the crash is simply unavoidable.
Pembelajaran kami untuk bisa saling mengendalikan diri memang masih harus menempuh perjalanan yang panjang. Di sini lah kami belajar untuk bersikap jujur; tidak hanya terhadap pasangan tapi juga terhadap diri sendiri. Di sini lah pula kami belajar untuk bisa bersikap arif dan bijaksana dalam memahami pasangan dan juga diri sendiri. And from this time forward: kami akan menjalani persahabatan dan menjaga tali silaturahmi ini sebaik-baiknya. Insya Allah.
Semoga tulisan saya kali ini mampu memberikan inspirasi bagi anda untuk selalu dapat membuka hati terhadap semua hal. Betapa baik maupun buruknya hal yang disampaikan di sini; saya berharap posting kali ini dapat memperkaya khasanah kehidupan keseharian anda. Hope this finds you all well and have a hardrocking weekend, minna-san :-)
groetjes,
dodY xxxx
PS: buat mantan-mantan saya yang lain: mohon maaf kalau selama ini saya sudah banyak salahnya, yah?
to Nauval, a million thanks for those priceless supports. Kamu benar-benar sudah banyak membantu saya. Berat rasanya bagi saya untuk bisa melalui ini semua tanpa dukungan dari kamu. Thank you for simply being there for me.
to Nizar, terima kasih untuk tetap bertahan menemani saya; bahkan di masa-masa sulit sekali pun. Pokok'e kita berdua harus tetep berjuang ya, Ta! Eh... eh... dapet salam tuh dari (mantan) calon Bu Mentri! [hehehe, yang tau cuma kita berdua, yah]. Ada yang sampe kebawa mimpi segala, lho! Sampe sekarang tetap berharap: kalau pun ngga kesampaian jadi Bu Mentri... yaaahhh... paling ngga sempet ngerasain jadi Bu Rektor lah (istrinya rektor; gituh maksudnya)! Tapi kalau itu pun ngga dapet juga; maka target minimal yang harus dicapai adalah Bu Dekan! Bayangin aja... tuh orang udah mencak-mencak tiap hari. Masa punya suami pejabat segitu aja ngga "dapet jatah" untuk bisa jadi Dekan, yah?
Abis gimana ngga kebelet ngejar posisi itu... tunjangan jabatan dan tunjangan fungsional-nya lumayan lho! Paling ngga cukup buat acara jalan-jalan ke Eropa, 'kan? Jadi, ngga perlu lagi pake alasan "kunjungan kerja" atau "conference" kalo memang ke sana buat acara shopping. Duuuhh, ngerasa ngga siy... conference/training-nya berapa hari... jalan-jalannya berapa hari, gituh? Huauahaahauhua.... *tertawa berguling-guling* ... *LOL* :-)
buat yang masih penasaran: posting satu garis tipis sama sekali ngga ada hubungannya ama yang satu ini. jauh banget kali yah :-p secara juga orang-orangnya beda gitu loh! jadi ngga usah nyebarin gosip dan spekulasi yang ngga-ngga deh :-)
ya... gw emang balik single lagi. buat yang mo deket'in gw... buruan aja atuuuh :-) kalo anda memang beruntung maka anda bisa dapetin saya... *berasa sok selebritis* heuheuhee *LOL*
posted by dodY @ 21:18
|
|
|
|
|
|
|
|
back to front page / kembali ke Blog