|
|
Thursday, October 13, 2005 |
|
crash boom bang: a complete idiot's guide to terrorism
Dengan segala kerendahan hati saya menyatakan rasa bela sungkawa yang sedalam-dalamnya kepada seluruh korban Bom Bali II. Serta kepada keluarga yang ditinggalkan semoga senantiasa diberikan ketabahan serta kekuatan dalam menghadapi cobaan ini. Rasanya sungguh malang nian nasib bangsa ini; tiada habis cobaan satu datang pula tiada hentinya cobaan berikutnya. Apa pun alasan yang mendasari pengeboman ini saya tetap berpandangan bahwa itu tetap lah sebuah tindakan yang tidak patut. Bagi saya perbuatan penghilangan nyawa manusia demi pemenuhan tuntutan tertentu tetap saja tidak bisa ditolerir.
Belakangan ini, serangkaian tajuk rencana akan isu Bom Bali II di berbagai surat kabar serta media lainnya kerap kali dipenuhi oleh sederetan tulisan yang komprehensif oleh pakar dari berbagai bidang. Sebut saja mulai dari petinggi militer dan intelejen, pejabat tingkat menteri dan dirjen, ahli psikologi, sosiologi, hingga pakar kriminologi, serta serangkaian ahli dari berbagai disiplin ilmu lainnya. Kesemuanya pula diikuti oleh sekeranjang analisis yang mendalam dari berbagai disiplin ilmu yang digelutinya. Terlepas perbedaan yang timbul dari berbagai analisis yang ada, dapat lah ditarik sebuah benang merah bahwa pada dasarnya kesemuanya turut menyuarakan keprihatinan yang mendalam akan nasib bangsa ini.
Melalui media blog, saya pun kiranya turut terketuk hati untuk menyampaikan inspirasi hati ini. Jangan berharap untuk menemukan pembahasan njelimet bak analisis ahli intelejen dalam posting kali ini. Mungkin memang lah tulisan ini tak kan cukup patut untuk menyaingi para ahli di atas, mengingat saya sendiri pun tidak pernah mengajukan klaim sebagai ahli apa pun (kecuali ahli bikin onar, hehehe). Namun kiranya dari kesederhanaan pola pikir yang saya ajukan ini, terbersit suatu harapan kecil untuk membuka pandangan rekan-rekan sekalian akan apa yang terjadi di negri ini.
Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, bahwa berbagai bentuk terorisme melalui tindakan pengeboman dan semacamnya tetap lah tidak bisa ditolerir. Saya memberikan dukungan terhadap berbagai gerakan untuk melawan terorisme di berbagai belahan dunia ini. Pesan saya untuk para teroris tersebut: mbok yo, sareh dhisik. leren anggone ngebom kono kene. wis akeh sing dadi korban. Mbok yo... nggolek penggawean sing liyane... sing luwih mupangati. Bagi anda yang tidak cukup memahami ungkapan tersebut, silakan tanya kepada ahli bahasa Jawa di penjuru jagat raya blog; sebuat saja seperti bapak Wisa dan Nauval, hehehe :-) Menurut hemat saya: daripada bikin teror dan bom sana-sini 'kan ya lebih baik nge-blog saja! Ya ngga siiiyy?? Hehehe!
Bangsa ini sudah cukup lama terkenal memiliki sifat yang latah. Rasanya tak sedikit pula berbagai kebijakan serta sistem manajemen yang dipakai pemerintah kita didasari oleh sifat latah. Mungkin karena itu lah, berbagai aksi latah oleh para artis di layar kaca kerap kali mendapat sorotan berbagai media. Ada kah hal tersebut memiliki sebuah hubungan kausal? Hehehe, silakan lalukan analisis sendiri... saya ngga mau ikut-ikut! Mengingat sekarang saya sudah cukup pusing oleh kerjaan skripsi yang saat ini berada dalam status "kejar tayang", hihihi :-)
Latah... latah... latah... Masih ingat berbagai perubahan yang diterapkan semenjak kejadian Bom Bali I? Untuk masuk ke Pulau Dewata melalui pelabuhan penyeberangan Ketapang - Gilimanuk setiap orang diwajibkan melewati pemeriksaan yang cukup ketat. Tanpa identitas yang valid, jangan harap bisa menembus penjagaan yang ada. Lalu kenapa hanya di pelabuhan? Memangnya teroris ngga cukup kaya untuk datang ke Bali dengan menggunakan sarana transportasi udara?
Belum lagi dengan pintu masuk ke hotel berbintang dan pusat perbelanjaan pun ikut-ikutan latah dengan memasang penjagaan yang tak kalah ketat dan detektor logam layaknya sebuah bandara. Kenapa mesti menunggu ada kasus bom baru diterapkan kebijakan penjagaan semacam ini? Kalau memang kita bersikap waspada mestinya sudah sejak zaman bahuela kebijakan semacam ini diterapkan. Latah bukan?
Tak kalah konyol lagi, dari kasus Bom Bali II, sejumlah rumah yang digunakan sebagai tempat kos di Denpasar ditertibkan oleh petugas. Para penghuni dimintai keterangan dan didata demi menjamin keselamatan di wilayah yang bersangkutan. Tanpa bermaksud menyinggung rekan-rekan yang tinggal di rumah kos; tidak kah bapak-bapak petugas keamanan itu berpikir bahwa "memangnya teroris cuma bisa tinggal di rumah kos"? Kalau mau nekat pasang bom yang ngga kalah dahsyat (dan modal yang cukup besar tentunya), seorang teroris bisa saja menginap di hotel mewah, seperti layaknya Faour Seasons! Ya 'kan? Tak hanya di Bali, sejumlah rumah kos di beberapa wilayah di Jawa Timur pun ikut mengalami nasib yang sama! Latah.. latah, Pak Polisi...
Sekali lagi kenyamanan kita pun sedikit terusik. Dalam beberapa kesempatan, sewaktu malam-malam buta polisi pun melakukan razia bahan peledak / sajam dan sebagainya di sejumlah ruas jalan di Jawa Timur. Alasannya demi mempersempit ruang gerak teroris. Penekanannya pada wilayah Lamongan dan sekitarnya. Dengan pertimbangan: *don't laugh* bahwa di sini lah asal Amrozi yang dikenal sebagai babe-nya teroris di negri ini. Hehehe, untuk Bapak yang satu ini, jangan tersinggung yah! Bukan berarti dirimu sang penguasa Lamongan turut disangka sebagai teroris lhoo... *kabuurrr* :-) Mungkin bagi anda hal ini tak banyak berarti, namun buat saya ini sangat lah konyol! Teroris bisa datang dari mana saja, bukan hanya Lamongan! Jadi kalau mau bersikap konsisten seharusnya razia semacam ini diadakan di seluruh ruas jalan pada semua penjuru negri ini! Bukan hanya Lamongan dan sekitarnya! Nah looo... latah bukan? Latah!
Terlepas dari beberapa pengecualian dalam proporsi yang amat sedikit, setiap tindakan terorisme pasti lah memiliki tujuan yang mendasari pelaksanaanya. Tak jarang, hal ini disertai beberapa tuntutan yang bersifat politis. Jaringan Al Qaeda, akademi militan di Moro, Filipina Selatan dan sebagainya pun tak luput dituduh sebagai biang kerok penanggung jawab kekacauan yang terjadi selama ini. Dalam beberapa wacana, sempat pula muncul isu agama yang diduga mendasari tindakan terorisme tersebut. Meskipun begitu, hingga kini belum diketahui dengan pasti tujuan apa yang mendasari pengeboman tersebut. Lalu, sebenarnya ada apa di balik kejadian ini? Puyeng juga 'kan?
Saya tak ingin berlanjut dengan sebuah pemikiran yang maha rumit dalam melihat permasalahan ini; karenanya saya mencobanya dengan cara yang lebih sederhana. Tidak kah bangsa ini mampu melihat bahwa sesungguhnya musuh besar bangsa kita (baik itu dalam bentuk terorisme maupun lainnya) ada di dalam negri sendiri? Dalam dunia yang begitu dekat dengan keseharian kita? Siapa sih yang dimaksud? Mari lah kita lihat lebih dekat...
Kemiskinan dan kebodohan masyarakat di negri ini. Sudah bukan barang langka lagi 'kan? Bagaimana dengan kasus korupsi yang merajalela yang seolah tiada terbendung? Pengangguran yang kian menggunung jumlahnya. Bagaimana dengan berbagai kasus anak-anak yang harus menderita gizi buruk? Lalu dengan ketidakadilan yang sudah begitu mengakar? Penindasan sana-sini yang sudah begitu jamak hingga seolah kita tak lagi mempedulikannya? Rasanya rakyat semakin hari semakin terdesak hingga tujuan keadilan dan kemakmuran serta kesejahteraan seperti yang diagung-agungkan negri ini hanya menjadi sebuah idealisme yang dipelajari di bangku sekolah. Daftar ini hanya akan bertambah panjang dan tiada habisnya jikalau kita tidak mengambil peran untuk memberantasnya. Akan kah kita hanya berdiam?
Mungkin kah bahwa sebenarnya hal-hal tersebut di atas adalah apa yang berusaha disuarakan oleh para teroris? Mungkin kah bahwa sebenarnya Amrozi dan kawan-kawan (these so called "penjahat teroris"--seperti apa yang dituduhkan kepada mereka) sebenarnya hanya berusaha mewakili rakyat yang selama ini sudah lelah tertindas? Mungkin sebenarnya bukanlah terorisme yang kita hadapi di negri ini... tidak pula sekelompok militan garis keras dari luar negri yang kerap dituding sebagai biang kerok... Mungkin ini lah sebuah petir di siang bolong yang berusaha membangunkan kita dari "lelap tidur" dan keacuhan yang berkepanjangan selama ini.
Jadi, menurut hemat saya: mungkin pemerintah perlu melihat inti permasalahan ini dengan mata hati. Alih-alih menerapkan manajemen sistem tambal sulam dan gejala latah kiranya para pejabat tersebut patut memantapkan diri untuk mampu bersinergi dengan seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi persoalan bangsa ini. Tentu saja ini bukan hanya tugas pemerintah. Seorang presiden sehebat apa pun tak kan mampu menghadapi ini seorang diri. Diperlukan kepedulian dan kerja sama dari seluruh komponen bangsa untuk melawan semua itu. Komitmen yang kuat dari kita semua untuk saling bahu-membahu dalam menghadapi ini semua.
Tak perlu berpikir yang muluk-muluk apalagi terlalu idealis yang kiranya susah untuk diterapkan. Mudah saja: berkarya lah sesuai apa yang anda lakukan setiap harinya. Asah lah mata hati anda untuk melihat sekitar kita. Sekecil apa pun kontribusi yang anda berikan rasanya itu sudah lebih dari cukup. Sebuah usaha kecil tentunya akan berarti besar jika dilaksanakan bersama oleh kita semua.
Mungkin hikmah dari kejadian ini adalah untuk mengingatkan kita... bahwa masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan bersama...
Semoga tulisan kecil ini mampu memberikan inspirasi tersendiri untuk keceriaan har-hari anda dalam berkarya. Semoga pula karya dan cipta yang anda persembahkan mampu membawa bangsa ini menuju kebaikan yang bermanfaat untuk kita semua. Amien.
Have a hardrocking day!
groetjes,
dodY xxxx
posted by dodY @ 21:31
|
|
|
|
|
|
|
|
back to front page / kembali ke Blog