|
|
Tuesday, May 31, 2005 |
|
Bukan Bokong Bohay, Tapi Ini Humanitarian Affairs!
Kiranya saya harus memohon maaf kepada beberapa sahabat blogger sekalian sebelum "kericuhan" ini berlanjut lebih jauh. Sepotong pesan yang saya lemparkan ke beberapa fasilitas shout box pada beberapa “rumah” yang saya kunjungi tampaknya memang benar-benar berkesan “menggoda” jika tidak boleh dikata “mesum”, hehe :-) Tiada maksud untuk bersikap offensive, tapi yang penting hal itu sudah berhasil untuk menarik anda datang ke sini, bukan? Oke lah... cukup dengan “pemanasan” itu, mari kita langsung saja masuk ke “permainan inti” LOL!
Sekali lagi, posting kali ini secara special saya tulis sebagai sebuah credit untuk bapak yang satu ini. Dengan kepiawaiannya tak lagi perlu dipertanyakan, kang Luigi mampu menunjukkan kepada dunia bahwa melalui sebuah kesederhanaan insan manusia mampu memberikan inspirasi yang besar untuk membuat (sekaligus melaksanakan) perubahan. Dalam sebuah kebesaran hati kita diajak untuk melihat dunia dalam pandangan yang boleh dikata “sedikit tak lazim”.
Dimuat dalam majalah bulanan FHM Indonesia edisi Juni 2005, artikel ini kiranya memang cukup menggemparkan :-p Lihat saja cover di atas... gimana ngga bikin heboh, tuh! Ini lah dia: selebritis baru dunia blogger Indonesia. Mungkin tak hanya wartawan infotainment yang akan mengejar-ngejar mencarinya, anda pun bahkan rela mengantri untuk mendapatkan autographs-nya! Huahuahua! *sembunyi dari lemparan sandal jepitnya Luigi*
OK.. OK.. cukup dengan gelak tawa itu, kini mari kita lanjutkan kembali. Sekelumit kisah perjalanan karya kang Lui di Liberia tersebut ditampilkan dengan cukup menawan dalam feature “Hell Job” (pp.72-76). Arvero Iwantra, feature editor dari majalah yang bersangkutan menuliskan tajuk “Masih Mengeluh Pekerjaan Anda Menyebalkan?” di samping tag line “Kerja Di Neraka! Kisah Seorang WNI Dalam Misi PBB” yang terpasang pada bagian sampul seperti yang anda lihat pada gambar di atas. Gambar-gambar berikut adalah copy dari dua halaman pertama artikel tersebut.
Halaman 72 dan 73
Sengaja saya tampilkan dalam ukuran cukup kecil hingga tulisannya sedikit tak terbaca agar mampu mebuat anda semua penasaran. Kalau saja saya tampilkan seluruh artikelnya di sini bisa-bisa FHM Indonesia melayangkan protes resmi sehubungan dengan sebagian rejeki mereka yang saya rampok! Merampas rejeki orang itu tidak baik lho! Jangan donk, ntar bisa-bisa kuwalat beneran! Hehe… becanda kok!
Iwantra mengawali tulisannya dengan kisah si akang saat mengalami keracunan makanan hingga sempat dirawat di rumah sakit selama beberapa hari (p.72 col.1-3). Tutur si akang dikutip dalam gaya bercerita yang hangat sehingga mampu membawa pembaca ikut merasakan ke dalam suasana yang dialaminya. Dilanjutkan dengan profil karir bapak yang satu ini di UN’s Procurement Division sejak ditugaskan di markas besar di New York, berlanjut ke Baghdad hingga penempatannya di United Nations Mission in Liberia (UNMIL) sejak satu tahun silam (p.73 col.1-2). Perjalanan kisah itu berlanjut dengan menceritakan bagaimana pengalaman si akang pada hari-hari pertama bertugas di Liberia pada pantai Barat benua Afrika (p.73 col.2-3). Disajikan cukup lengkap, mulai dari kisah yang menyebalkan hingga yang super konyol dan mengundang gelak tawa kita semua.
Lebih jauh lagi, hasil wawancara Iwantra dengan si akang dituangkan dengan menjelaskan situasi keamanan di negri ini (p.74 col.1-2). Kondisi kehidupan yang keras telah memaksa sebagian masyarakat Liberia melakukan berbagai tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan staff PBB sebagai kaum expat pun tak pelak kerap menjadi sasaran empuk perampokan. Dalam tata letak yang cukup menawan, Iwantra juga menampilkan feature “Learn History” tentang Liberia yang disusun secara kronologis dalam bentuk time-line (p.74 col.3).
Pada bagian selanjutnya, Iwantra menuliskan tentang kejadian kerusuhan yang sempat melanda Liberia pada bulan Oktober 2004 dan bagaimana situasi mencekam tersebut dialami oleh si akang (p.74 col.2 & p.76 col.1). Tersirat pula bagaimana “repotnya” prosedur yang harus dijalani di kala proses evakuasi berlangsung. Hal ini juga lah yang sempat dialami si akang ketika bertugas Baghdad (p.76 col.2). Di akhir tulisannya Iwantra menutup dengan kesan-kesan Luigi dalam menjalankan tugasnya di salah satu misi perdamaian PBB tersebut sekaligus menyampaikan pesan dan harapan untuk mendorong generasi muda bangsa ini agar dapat turut berkontribusi di kancah internasional (p.76 col.3). Tulisan Iwantra ini juga dilengkapi beberapa foto (hasil dokumentasi si akang) yang menggambarkan kondisi carut-marut akibat peperangan, kerusuhan yang timbul akibat demonstrasi serta lukisan situasi umum di Liberia.
Whhuiiihh… bagaimana mungkin anda tak tersentuh oleh perjalanan hidupnya yang amat berwarna semacam ini? Jika anda adalah pembaca setia blog yang satu ini, tentunya tak akan merasa asing lagi dengan kisah-kisah seperti ini. Tapi tunggu dulu, posting saya kali ini tidak berhenti begitu saja sampai di sini! Sebagai pendukung setia blog yang satu ini (sampe kuping merah kepanasan gara-gara dengerin si bapak nyap-nyap) kiranya saya ingin menyampaikan sedikit "perspektif alternatif" dari apa yang sudah dituliskan oleh Iwantra.
Penempatan frasa “kerja di neraka” pada halaman sampul serta “hell job” pada tajuk artikel (p.73) sangat terkesan sebagai sebuah exaggeration. Lebih jauh lagi, penggunaan kata “WNI” (Warge Negara Indonesia) pada tag-line di halaman sampul pun memberikan kesan seolah-olah tulisan ini bagaikan sebuah kisah TKW yang disiksa majikannya atau mengalami berbagai bentuk penderitaan lainnya ketika tengah mencari nafkah di negeri seberang (perumpamaan ini sama sekali tidak bermaksud mendisktritkan para TKW kita). Saya pikir seharusnya ada pilihan kata-kata lain yang lebih “halus dan bijaksana” untuk menuliskan judul tersebut.
Iwantra telah berhasil membawa pembaca ke dalam sebuah bentuk persepsi awal bahwa si akang terbuang ke dalam sebuah pengabdian karya di tanah neraka. Persepsi ini tentunya dapat dikatakan sedikit unfair bagi si akang. Seseorang pastinya akan berpikir 37 kali sebelum memutuskan untuk pergi mencari nafkah ke tempat yang digambarkan sebagai neraka. Cukup adil kah ini digambarkan sebagai sebuah neraka? Tentu tidak!
Bekerja pada bidang humantarian affairs (dalam konteks ini dijelaskan pada salah satu misi perdamaian PBB) tidak lah bisa semudah itu dipandang sebagai sebuah “hell job”. Setiap pekerjaan memiliki risiko dan rewards tersendiri, and this job happens to have a different kind of risks and rewards. Di tengah luasnya pilihan career path yang ada, pekerjaan ini memiliki karakteristik yang amat berbeda dari berbagai pilihan lain yang ada. Saya yakin yang bersangkutan pun memiliki pandangan tersendiri dalam keputusannya memilih pekerjaan ini dan tidak serta-merta memandangnya sebagai sebuah “hell job”.
Mau tidak mau, persepsi itu pun ikut diperparah oleh penempatan tajuk “Masih Mengeluh Pekerjaan Anda Menyebalkan?” pada artikel ini. Seolah-olah pengabdian karya di bidang humanitarian affairs adalah sebuah pekerjaan “buangan” yang lebih menyebalkan dari pekerjaan-pekerjaan lain pada umumnya. Untuk anda yang menekuni pekerjaan yang terbilang “smooth-sailing” (seperti bagaimana FHM memposisikan pembacanya), berkarya pada bidang ini tentunya bukanlah sebuah pilihan yang menarik. Namun adil kah sikap semacam ini bagi seseorang yang bekerja pada bidang humanitarian affairs? Saya yakin terdapat sebuah niat mulia disamping pencapaian karir profesional dari orang-orang yang berkarya di bidang ini. Yang sedikit saya sesalkan adalah penempatan tajuk semacam itu yang mau tak mau menimbulkan bias di pihak pembaca. Seharusnya Iwantra lebih mampu menempatkan subyek ke dalam porsi yang lebih proporsional.
Terjebak di tengah kerumunan massa demonstran yang amat bengis, berjalan di samping kawanan bersenjata, mengamati pedihnya perjuangan hidup penduduk di daerah yang dilanda konflik mungkin bukan lah gambaran keseharian yang indah. Pada saat berada di lokasi konflik gambaran seram semacam itu memang tiada habisnya menghantui pikiran anda. Selalu saja kita dihadapkan pada masa dan kondisi sulit seperti ini. But trust me, it’s a highly rewarding job. Just ask this amazing guy dan dia kan menceritakan seluruhnya untuk anda. Terdapat sebuah bentuk kepuasan tersendiri pada pekerjaan di sebuah misi kemanusiaan yang terkadang tidak mudah diukur dalam unit satuan moneter (baca: duit). Di sini saya berusaha menyampaikan bahwa perbedaan tersebut lah yang seharusnya bisa membuka pandangan anda. Tidak lah fair bila serta merta anda menganggapnya sebagai sebuah hell job.
Oh well… punten pisan kalau saya sudah terlalu banyak nyap-nyap di tulisan ini. Maklum lah, namanya juga dodY! Dari dulu sudah dikenal dunia sebagai orang "sok tau" dan "tukang nyela" kelas wahid! Jadi saya harap minna-san pun memakluminya. Gomen ne :-)
Terlepas dari berbagai celaan yang saya tuliskan di atas mungkin ada baiknya untuk berpikir sedikit lebih jauh. Bahwa di balik semua ini mungkin terdapat sebuah alasan yang cukup mendasar. Yes! It’s nothing personal… it’s just business as usual. Bad headline makes a good copy! Hehehe… saya yakin pun memang benar demikian adanya. Jika tidak bagaimana mungkin FHM edisi Juni 2005 ini mampu mencapai penjualan yang memuaskan. Tapi ya… omong-omong… dengan seorang Imogen Bailey dalam pose syuuur pada halaman cover seperti itu… siapa sih yang masih butuh baca headline-nya? Hahaha … LOL!
Hope this finds you well dan semoga perjalanan kisah Luigi tersebut mampu memberikan inspirasi tersendiri bagi keseharian anda. Dan bila anda cukup tertantang untuk "banting stir", silakan bergabung dalam sebuah misi kemanusiaan seperti layaknya:
bapak yang satu ini; tampangnya udah kayak tukang ledeng gak siiyy? *mario bros mode on* :-)
groetjes,
dodY xxxx
selengkapnya/read more...
posted by dodY @ 20:40
|
|
|
|
|
|
Thursday, May 26, 2005 |
|
guilty pleasure #3
get caught in bed with my partner in crime
OK, people! It's time for another guilty pleasure! Hooorraaay!!! Pertama kalinya, izinkah lah saya untuk memohon maaf kepada bapak yang satu ini sebelum berlanjut lebih jauh. Tak dapat dipungkiri lagi kalau aksi saya untuk kesekian kali ini pasti akan membuatnya geram serta bertambah iri dan dengki hati. Secara saya berkesempatan untuk melaksanakan "aksi-aksi indehoy" (bahasanya jadul banget) sedangkan beliau terpaksa harus gigit jari hingga saat ini :-) hehe LOL. Masih ingat dengan serangkaian kegiatan "kasak-kusuk" kami? Sebut saja mulai dari pose pre-wedding saya bersama jeng Nien yg sensasional [meski itu cuma buat gaya doang] dalam posting bertajuk guilty pleasure #1, hingga kebahagiaan saya di antara dua paha iCHa dalam posting berikutnya yg bertajuk guilty pleasure #2. Kesemuanya memberikan dampak yang benar-benar spektakuler. Tak kurang sederetan fellow bloggers terpaksa harus duduk terpaku dalam kondisi mupeng alias "muka pengen" menyaksikan kegilaan kami :) Hehehe, pengen yah? Ke sini donk... maen ke Surabaya; nation's capital of guilty pleasure :-)
Maka kini... siapkan diri anda untuk sebuah pengalaman yang tak terlupakan! Lebih mendebarkan dari kasak-kusuk sebelumnya, lebih spektakuler dan sensasional dari sebelumnya. Lebih happening dan hardrocking, hehehe! Satu hal yang mutlak: pastikan anda semua dalam kondisi kesehatan yang prima. Serangkaian gambar dalam posting ini dijamin mampu membuat jantung anda berdetak lima kali lebih cepat. Kalau tidak sepuluh kali lebih cepat... hingga bener-bener copot dan tak terselamatkan :-p Benar-benar sebuah sport jantung kelas wahid! Hehehe! Bagaimana tidak? Kami berdua (saya dan nAnA) kali ini benar-benar tertangkap basah sedang beraksi di atas ranjang! Hahaha... gimana ngga sensasional? Mendapatkan kebahagiaan di antara dua paha dari adiknya, dan kini tertangkap basah di ranjang dengan kakaknya? Heiyyaaahh... untung saja pakaian masih melekat di badan. Apa jadinya kalau saat itu tak sehelai benang pun menutupi tubuh kami? Bisa dipastikan kalau geliat panas yang sempat dilakukan Paris Hilton... atau Pamela Anderson tak 'kan mampu menandingi gejolak sensasi aksi heboh kami! Buseet.... ini bahasanya mesum banget yah :-) Peta industri adult entertainment di negri ini akan segera berubah dengan hadirnya kami, sang bintang baru... super panas, super sensasional :-) Sebuah magnet ekstra-kuat bagi produser ternama untuk menggarap serial "Ranjang Bergaris", huahuaha! Secara memang gambar-gambar ini diambil saat kami berbaring diatas sebuah ranjang dgn black-n-white-stripe bed-sheet :-) Tunggu saja beberapa saat, maka sejenak lagi film-film kami akan menjadi best-seller dalam chart industri hiburan dewasa di tanah air. Whuaaakkkzzz.... sumpah!!! Hahahaha! Mesum bangeeettt! Ampuuun... ampuuun... benar-benar tak bermaksud membuat anda semuanya menjadi "lemas" seperti ini :-p
Sebenarnya yang patut disalahkan pada kasus ini adalah sahabat kami: bonnie angga suryokusumo sukarman yang legendaris itu. Apa pasal dia yang bersalah? Tunggu dulu... biarkan saya bercerita untuk anda semua :-) Seorang Angga... boleh lah saya gambarkan sebagai calon arsitek hebat masa depan, fotografer handal, interior designer kelas dunia, hingga party organizer kelas wahid :-) Terlepas dari sederetan predikat hebat tersebut, jiwa mesumnya memang tak kan pernah padam. Dalam salah satu posting-nya yang begitu menyentuh... jeng Nien sempat berkomentar kalau aura kamar tersebut benar-benar mampu membuat kita menjadi sexually-aroused dalam arti yg sesungguhnya. Sekali nempel langsung PW alias "posisi wueeenak" :-) Apa lagi dengan *remang-remang lighting mode on* seperti yg anda lihat di atas... duuuhh... bawaannya pengen bercinta mulu :-) Tak salah bila kami menyebutnya sebagai kamar mesum :-p huahuahua.... jangan marah ya, pak! Buset nih... bikin maksiat di kamar orang... bener2 ngga bertanggung jawab, haha :-) LOL! Dan kini lah saatnya pengakuan dosa: serangkaian gambar di atas sesungguhnya tak lebih dari sebuah pemenuhan hasrat fotografi sang pemilik kamar! Mulai dari uji coba kamera, utak-atik teknik pencahayaan, penataan sudut pengambilan gambar, hingga sederetan pengarahan gaya olehnya. Jadi, jika anda sampai salah sangka dibuatnya... salahkan bapak yg satu ini! Hahaha... yo wis lah! Sudah cukup saya membuat jantung anda berdetak cepat. Seperti biasa... saya harap kebahagiaan kami yg tergambar dalam foto-foto di atas mampu memberikan inspirasi tersendiri untuk keceriaan hari-hari anda. Have a hardrocking week!
selengkapnya/read more...
posted by dodY @ 20:41
|
|
|
|
|
|
Monday, May 16, 2005 |
|
Sehat Itu Memang Mahal
Special credit goes to bapak yang satu ini untuk salah satu tulisannya yang bisa dikata very inspiring, jika tidak boleh diklaim sebagai posting yang spektakuler *indonesian idol mode on*. Hehe, garus banget deh! Posting kali ini sedikit banyak masih berkisar pada masalah kesehatan yang belakangan ini kerap menjadi perhatian utama dalam keseharian saya. Beberapa kejadian yang menimpa tersebut kiranya sekali lagi mampu “menyentil” saya untuk menghargai betapa besar arti kesehatan dalam kehidupan kita.
Dibesarkan oleh orang tua yang berprofesi sebagai dokter kiranya membawa sedikit perbedaan dibanding rekan-rekan saya lainnya. Dalam perjalanan usia hingga menginjak angka dua-puluh-lima tahun ini, jumlah visite dokter yang pernah saya lakukan kiranya bisa dihitung dengan jari. Sejak kecil, tanpa “ba-bi-bu” ibu saya sudah tanggap dengan masalah kesehatan yang saya hadapi. Keterbatasan referensi profesinya sebagai dokter umum tak membuat special treatment buat saya dan kakak (dan tentunya ayah saya juga) berhenti sampai di situ. Melalui rujukan kepada berbagai kolega dengan bermacam-macam spesialisasi yang dikuasai telah membawa pelayanan istimewa bagi kami berlanjut jauh.
Berbagai layanan khusus itu begitu memanjakan, hingga tanpa disadari ritual ini telah membawa kami keluar dari pakem yang selama ini berlaku di masyarakat. It’s what people defined as “your high sky-rocketing medical bills”, hehehe. Boleh dikata hal itu adalah sesuatu yang jarang terjadi dalam keseharian saya. Lalu, bagaimana dengan mereka para kolega sang Bunda? Kisahnya tak jauh berbeda! Sudah ada semacam kesepakatan di antara para “sahabat se-profesi” itu untuk tidak mengenakan biaya pemeriksaan kepada kami. Kalau boleh digambarkan dalam sinetron “Si Doel Anak Sekolahan”, ini adalah ekspresi orang Betawi yang diungkapkan melalui kata-kata “gile bener”! Dan ingat… ini sama sekali bukan bermaksud menyinggung bang Doel a.k.a mas Leo yang legendaris itu :-p
Mungkin ada benarnya kalau berbagai keistimewaan yang kami terima selama ini membuat saya sedikit “ngelunjak” dan cenderung taking these for granted. Jika orang-orang memanggil sang dokter dengan sebutan “Dok”, maka hal itu tidak pernah saya lakukan. Yang ada hanya lah panggilan “oom atau tante”, mengingat posisi mereka sebagai kolega ibu saya. Kebetulan beberapa di antaranya adalah orang tua dari sahabat-sahabat saya sendiri, jadi pantas lah saya panggil mereka dengan sebutan seperti itu. Yang lebih kurang ajar lagi, saya bahkan pernah memanggil sebagian dari mereka dengan sebutan “mbak/mas” secara para profesional ini berada di bawah supervisi ibu saya di rumah sakit. *gubrak* … *pingsan* … *iPE mode on*
Namun apa jadinya bisa mendadak semua layanan spesial tersebut menjadi begitu jauh untuk diraih? Nah, kalau yang ini lain lagi ceritanya. Kisahnya kembali pada periode tahun 1997-1998 saat saya “terbuang dalam pengasingan” di tengah hamparan gurun maha luas pada jantung benua Australia. Secara garis besar, ada dua macam penyakit yang saya alami dalam rentang masa satu tahun di sana hingga menjadi cukup serius dan membutuhkan pemeriksaan dokter. Pertama adalah batuk dan flu yang cukup berat hingga membuat saya menderita dan kedua adalah… *bunyi genderang bertabuh* … *hold your breath* … chicken pox alias penyakit cacar air! Yaiikss… sumpah, hancur banget deh!
Kasus pertama: batuk dan flu berat! Terjadi pada bulan Januari 1998, saat berlangsung bulan suci Ramadhan. It’s summer time dan kiranya ini merupakan salah satu kejadian paling menyebalkan selama saya tinggal di benua kanguru. Dari Emerald, my DownUnder hometown, di bagian central Queensland saya menempuh jarak 580 kilometer menuju Bundaberg di wilayah pantai Timur untuk menghadiri acara gathering fellow inbound exchange students pada RI’s District 9570. Sengaja berangkat sepekan lebih awal untuk memberikan sedikit waktu buat saya bisa menikmati kota ini di luar program dan jadual yang telah dirancang oleh pengurus distrik. Acara gathering sekaligus kegiatan summer camp… tidak kah ini terdengar cukup menyenangkan bagi anda semuanya? Hehe! Saya pun nekat untuk tetap menjalankan ibadah puasa terlepas dari perjalanan musafir dan panjangnya siang di kala musim panas.
Sebenarnya kondisi badan memang bisa dibilang kurang fit. Tapi yang namanya dodY, apa sih yang ngga nekat?! Hahaha! Pada hari kedua setelah kedatangan saya di “Sugar City” (sebutan lain kota ini), badan pun lemas adanya hingga saya pun terpaksa tak lagi menjalani ibadah puasa. Liburan yang seharusnya menyenangkan harus saya lalui dalam rasa sakit yang mendalam. Hari berikutnya, kondisi semakin memburuk hingga host family pun memutuskan untuk memeriksakan saya ke dokter. Cring… cring… cring… there goes my great deal of beautiful Aussie dollars :-( Uang saku untuk acara liburan pun sontak cepat terkuras berpindah tangan untuk sang dokter itu! Aaarrgh! Lebih parah lagi, ini semua terjadi pada hari ulang tahun saya yang ke-delapan-belas. Sedih ngga siiiy?! Untung saja dalam waktu beberapa hari ke depan sakit mereda dan saya bisa menikmati serangkaian kegiatan gathering dan acara summer camp bersama fellow inbound exchange students yang telah saya nantikan itu.
Kasus kedua: chicken pox alias cacar air! Masih dalam musim panas yang tiada habisnya memanggang Outback Aussie dalam suhu 45 derajat Celsius selama tiga bulan penuh! Summer waktunya liburan kok malah sakit, piye tho iki :-p Berawal dari Patrcik Bryce Mitchell, 2 years old—my host brother, yang lebih dulu terserang penyakit ini. Tak sedikit pun saya khawatir, mengingat di masa kecil dulu saya sudah pernah menghadapi serangan ini sehingga terbentuklah kekebalan untuk menghadapi gempuran kedua. I thought so, tapi ternyata dugaan itu keliru. Ada apa kah gerangan?
Berselang sepekan setelah si kecil Patrick sembuh dari sakit maka berikutnya giliran saya lah yang menderita. Awalnya hanya sekedar demam, namun berlanjut hingga benar-benar menyiksa saya. Host family pun tak tega melihat saya tergolek lemas di ranjang. Kejadian ini membuat mereka memaksa membawa dan memeriksakan saya ke rumah sakit malam itu juga. Tolakan untuk menunda hingga keesokan hari pun tak digubris meski saya yakin masih mampu bertahan pada malam itu. Diagnosa pada pemeriksaan pertama ini tidak menunjukkan gejala cacar air. Saya dirujuk pada serangkaian obat untuk menangkis demam yang menyerang saya. Dua malam berlalu kondisi saya pun semakin membaik.
Pada malam ketiga serangan demam kembali datang. Kali ini disertai dengan bintik-bintik cacar pada sebagian tubuh saya. Tergolek lemas di ranjang, saya pun sekali lagi “dibawa paksa” ke sebuah klinik untuk diperiksa lebih lanjut. Dan sekali lagi pula, tolakan saya untuk menunda hingga keesokan harinya tidak digubris sedikit pun. Padahal sebenernya saya masih bisa bertahan, lho! Pancene bocah edan! Wong wis ngerti loro kok isih nekat njaluk sesuk budhal nang dokter. Ngenteni tewas dhisik opo piye? Hehehe, buat yang ngga ngerti bahasa Jawa, silakan langsung tanya bang Doel aja ya :-) Datanglah saya di klinik “Bellonoghov”, yang sesuai dengan namanya saya pun diperiksa oleh Dr. Bellonoghov. Cool banget, orang Rusia, yang meski ngomongnya medok dan bertampang sangar bak preman pasar tapi tetap saja ramah dan menyenangkan. Dengan segala trik-nya yang jitu dia berhasil meredam keresahan saya malam itu. Hebat pisan, euy!
Tanpa banyak ba-bi-bu, setelah serangkaian pemeriksaan Dr. Bellonoghov berucap kalau saya postif mengidap cacar air. Tak pelak saya pun terheran, mengingat di masa kecil sudah pernah mendapatkan penyakit ini yang seharusnya menimbulkan kekebalan terhadapnya. "Well, there’s always a chance to get it second time… dan tampaknya kamu memang tertular dari si kecil Patrick", begitu kira-kira ucapnya. Aaaaarrrgh!!! Dan dua pekan liburan musim panas itu harus saya lalui dengan “bersantai” di rumah. Hehe, produktif banget tuh :-p
Sebenarnya yang bikin saya lebih “sakit” bukan lah cacar air itu. Lalu apa pasal yang menyebabkan saya bertambah “sakit”? Tunggu dulu! Beberapa hari kemudian datang lah tagihan untuk serangkaian pemeriksaan dokter dan biaya obat yang saya konsumsi. Saya pun pasrah menerimanya. Apa lah yang bisa diharapkan dari medical bills seperti ini selain menguras rekening bank sekali lagi. Walau dengan berat hati saya bisa memaklumi serangkaian biaya yang ditagihkan tersebut.
Tidak berhenti di situ, ada satu item yang hampir saja membuat saya pingsan! After-business-hour charge yang besarnya melebihi keseluruhan biaya pemeriksaan dan obat! Tuh kan, makanya gue ngotot minta nunggu sampe besok pagi… nah ini… malam-malam pula nekat pergi ke dokter. Hehe, belakangan gini baru deh ngomel-ngomel. Yang bikin saya lebih ngamuk, after-business-hour charge ini tidak termasuk dalam perhitungan pada paket OSHC (Overseas Student Health Cover) dari Medibank Private yang saya pegang. Selain hanya sebagian kecil dari medical expenses yang di-cover, saya masih juga harus menanggung beban berat ini. Sekali lagi, rekening bank harus kembali terkuras dalam kecepatan cahaya. Oh Tuhan, kiranya ini memang pelajaran yang berharga. Sehat itu memang mahal dan berharga. Tak terbayang betapa banyak hal harus terlewatkan tanpa arti hanya karena kita terjatuh sakit.
Dari berbagai pengalaman tersebut, kiranya ada beberapa hal ingin saya sampaikan:- Saat anda berada di luar negri, kindly bear in mind that medical bills can be extremely expensive! Hal ini membuat opsi “staying fit and healthy” adalah sebuah keharusan yang tidak boleh ditawar lagi. Kecuali bila perusahaan tempat anda bekerja dikenal sangat dermawan dalam menyediakan paket health insurance benefit yang cukup komprehensif dan anda cukup beruntung dengan kondisi rekening di bank dalam posisi “gemuk-sexy-dan-bahenol”! Tapi hari gini, siapa sih yang pengen sakit?! Bila anda adalah seorang pelajar/mahasiswa dalam kondisi finansial yang serba terbatas, tentunya perlu berpikir tiga-puluh-tujuh kali untuk bersikap sembarangan alias tidak memperhatikan kesehatan anda.
- Jika anda pikir anda bisa bertahan maka tidak usah memaksa pergi ke dokter. Ingat, Tuhan menganugerahkan kekebalan yang cukup handal bagi kita (dibanding para bule itu) dalam menghadapi penyakit-penyakit tropis semacam influenza yang sudah terlalu jamak di negri ini! Terkadang hidup di wilayah tropis tak selamanya menyebalkan :-) OK, mungkin hal ini tidak lah cukup bijaksana but you know yourself well enough.. just how far you can handle those pain. Jika memang tidak tertahankan maka buat apa menunggu lebih lama untuk pergi ke dokter? Mau nunggu ambruk & terkapar? Ngga kan?
- Things go wild at night time. Ungkapan ini mungkin memang benar adanya. Sebisa mungkin bila memang anda harus berkunjung ke dokter, lakukan pada pagi atau siang hari during weekdays. Lupakan untuk melakukan ini semua pada waktu malam apa lagi weekends. Lebih parah lagi pada saat tanggal merah alias libur nasional. Ingat baik-baik pelajaran after-business-hour charge yang saya alami tadi! Bertahan lah lebih jauh! Ingat, hidup di negri orang seharusnya dapat meningkatkan your level of endurance dalam menghadapi segala cobaan yang ada. Lain halnya bila anda sudah tergolek di ranjang dalam kondisi lemas lunglai tak berdaya. Daripada terlambat mending buruan aja ke dokter :-p OK?!
- Bawa serta obat-obatan yang selama ini anda konsumsi di tanah air. Jika perlu, tak ada salahnya mempersiapkan jamu tolak angin atau ramuan Kuku Bima sebelum keberangkatan anda ke luar negri (ingat, Viagra ngga selamanya manjur lho, hehe). Terkadang kecocokan terhadap jenis obat tertentu yang diproduksi dalam negri ikut terbawa saat anda menetap di negri seberang. Tidak semua barang buatan bule itu cocok buat kita. Lain halnya jika anda menaruh 100% kepercayaaan pada keajaiban dunia medis modern maka ide ini bisa saja diabaikan :-p
Ada banyak cara untuk menjalankan pilihan "staying fit and healthy" seperti yang saya sampaikan di atas. Salah satunya adalah memeras keringat dengan berolah raga pada sebuah fitness centre. Keanggotaan pada klub kebugaran memang mahal, dan bila ini harus dihadapkan oleh setumpuk text books yang perlu dibeli atau biaya penelitian thesis yang sedang dijalankan atau tagihan telpon yang mendadak selangit gara-gara pacar atau istri yang sedang kangen berat di tanah air… maka kiranya anda harus berpikir tiga-puluh-delapan kali untuk memutuskan hal ini.
Hidup di negeri seberang menuntut kita untuk bisa kreatif, maka mainkan otak anda! Berangkat lah ke kampus atau kantor anda dengan berjalan kaki. Dengan begini anda bisa berhemat sejumlah dana dalam jumlah yang cukup signifikan. Hitung-hitung juga mengurangi polusi udara! Namun bagaimana bila anda berada di Outback Aussie dan hal ini bisa berarti walking through a hot and sunny day of 45 degrees Celsius? Tidak cukup bijaksana? Bagaimana pula bisa lokasi antara asrama/apartemen anda berjauhan dengan kampus/kantor? Let say anda tinggal di Melbourne sementara kampus berada di Perth *sambil melirik Syahrani* Sekali lagi anda harus memutar akal. Cari tumpangan jika memang tidak memilik kendaraan sendiri… dan pilih mobil yang dilengkapi dengan penyejuk udara yang handal jika tidak ingin menderita selama perjalanan. Jangan mau naik mobil yang “butut” jika anda tak ingin pamor anda jatuh karenanya. Hahaha… hari gini masih penting yah… matre banget deh :-p
Lalu kapan olah raga dong kalo begini terus ceritanya? Well… mengerjakan thesis, menyusun laporan serta menghadapi omelan bos anda sudah cukup membuat anda lelah, bukan? Dan ingat, kesemua hal tersebut mampu memeras otak sehingga anda pun bisa saja terjatuh dalam kelelahan yang mendalam. Jadi, dengan kata lain semua itu sudah bisa dianggap olah raga :-) LOL
OK, saya akui kalau beberapa usulan di atas mungkin terdengar cukup kontroversial, namun kiranya anda semua cukup dewasa untuk mampu memilah mana saja yang kiranya bisa diterapkan. Yang saya inginkan adalah anda bisa menyadari besarnya arti kesehatan bagi hidup kita. Saya harapkan pula, serangkaian pengalaman yang saya tuliskan dalam kisah di atas cukup mampu memberikan inspirasi tersendiri bagi anda.
Anda mungkin saja bisa mengelak dengan berucap, "Males ah, gue udah sehat kok!". Harus kah menunggu sampai anda jatuh terkapar sambil merintih berkata, "Bener juga, yah! Males banget kalau mesti sakit begini. Ngga bisa ngapa-ngapain". Perlu waktu berapa lama untuk membuat anda sadar kalau selama ini salah? "Staying fit and healthy" bukan lah sekedar trend gaya hidup sesaat. Ini semua merupakan kebutuhan yang menuntut untuk selalu dipenuhi selama hayat masih dikandung badan. Dengan begini benar lah apa yang pernah disampaikan oleh WHO, organisasi kesehatan dunia di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, "health is not everything, but without it everything is nothing".
Tak ada artinya bila anda masih saja berada dalam titik "sekedar sadar". Beraksi lah sekarang! Banyak jalan menuju kesehatan dan kebugaran yang lebih baik. The choice is endless… pick or make one yourself. Jadi, mulai saat ini tempatkan "staying healthy and fit" sebagai salah satu prioritas utama dalam keseharian anda. By the way, saat ini anda sudah bisa sedikit tersenyum! Membaca posting ini dijamin mampu membakar cukup banyak kalori, sehingga anda bisa bersantai sesudahnya. "Gue udah selesai olah raga, kok! Tuh, barusan selesai baca tulisannya dodY" :-) *dodY lari ngibrit menghindari lemparan sepatu anda*
Hope this finds you all well and have fit-and-healthy days :-)
selengkapnya/read more...
posted by dodY @ 21:00
|
|
|
|
|
|
Monday, May 09, 2005 |
|
Blogger Adalah Sebuah Profesi!
Sama seperti sekian milyar penghuni planet ini, saya bangga mengajukan klaim atas diri saya pada sebuah profesi yang saat ini saya jalani. Tersebut lah profesi itu bernama: blogger. Sudah menjadi sebuah ungkapan umum, yang memang harus diakui kebenarannya, bahwa setiap orang memiliki keistimewaan tersendiri... begitu juga dalam profesi yang dijalani oleh masing-masing individu. Meski masih berada pada status "mahasiswa yang terjebak dalam jeratan skripsi" :-) hal itu tak akan mampu menyembunyikan "profesi" saya yang sebenarnya LOL.
And thanks to one of my fellow profesional dancers, who claims to have a perfect life, I can now claim myself as a unprofesional dancer. Baca: saya sangat bangga mengakui hal ini! Sebagai anggota tim dengan kemampuan menari yang terbatas (this is how I call my limitation) saya memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mempelajari serangkaian gerakan yang diajarkan. Things they call a piece of cake turn out to be a big and heavy task for me. A simple set of move that only takes them seconds to learn happens to be minutes (and hours) to me. And you call this the fairness of life?
Doesn't this seem obvious to you? He's a profesional dancer; he dances... that's what he does! /me: a person described as a unprofesional dancer; claims himself as a blogger; I write... that's what I do! Saya tidak mencoba mengambil hal ini sebagai sebuah excuse akan semangat yang rendah dalam berlatih. No one questions this . Tapi saya coba menekankan bahwa saya memiliki keterbatasan dibanding dengan rekan-rekan lain yang lebih dulu memiliki superioritas dalam penguasaan gerakan. Jika ini memang dirasa sebagai ganjalan yang mengganggu, maka kiranya saya tidak berkeberatan jika keanggotaan saya dalam tim perlu direvisi.
One more thing: I survive this wonderful twenty-five years of blessed life without having to read the whole series of Dragon Ball comics. Hal ini saya sampaikan tanpa bermaksud mengesampingkan dan menyinggung sekian juta penggemar serial komik ini. Alih-alih, kisah Tintin yang ditulis oleh Herge cukup mampu memberikan kebahagiaan tersendiri pada masa kecil saya. Orang masih bisa survive tanpa komik Dragon Ball! INI FAKTA, BUKAN GOSIP!!!
Dan sekali lagi terima kasih kepada "rekan-rekan tersebut" untuk sebuah refreshing thought yang sangat menggelitik. Dari apa yang telah (dan sedang) dijalani oleh sekian milyar spesies manusia yang hidup di planet ini rasanya hal yang disebut sebagai "social life" tiba-tiba menjadi begitu sederhana. Social life; sebuah kata benda bersifat abstrak; dengan mudah dan aklamasi oleh sebagian dari "rekan-rekan tersebut" dideskripsikan sebagai ajang gaul yang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang tertentu. Tidak kah ini begitu menggelitik? *gubrak* .... *terjatuh* ... *tertawa terpingkal-pingkal*
Call me internet freak... call me an obsessed-blogger... but I have a social life too for heaven's sake! Fakta yang berbicara bahwa saya menghabiskan sekian waktu berselancar di dunia maya dalam 24-jam ritual hidup saya bukan berarti saya tidak memiliki this-so-called "social life"! Fakta yang berbicara bahwa account Yahoo! Messenger saya sudah penuh sesak dan tak sanggup lagi untuk menampung lebih dari 300 online-buddies yang ada di dalamnya doesn't necessarily mean that I'm practising anti-social behavior!
Kehidupan saya masih saja (dan akan tetap demikian) diisi dengan pertemuan secara fisik dengan sesama spesies manusia. Tidak melulu hanya dalam bentuk serangkaian text/SMS, komunikasi verbal via telpon, atau sekelompok data HTML melalui dunia cyber. Bahkan saya bangga berbagi sebagian kisah hidup saya dengan sahabat bloggers dan pengunjung blog lainnya. Kisah kehidupan nyata. Ya, saya masih punya kehidupan nyata! Sekedar berbagi kisah, berbagi suka-dan-duka, memberikan sedikit inspirasi keceriaan bagi orang lain... dan ini semua... Oh, tidak! Tentu saja ini bukan lah sebuah "social life"... jika mengacu kepada deskripsi yang diajukan oleh "rekan-rekan tersebut" di atas.
Terima kasih untuk "anda semua" ... deskripsi "social life" tiba-tiba saja menjadi begitu sederhana dan mudah dipahami oleh khalayak ramai. Saya tidak akan menentangnya karena definisi yang anda ajukan begitu mudah untuk diterapkan. Jika ada yang mudah, buat apa cari yang sulit?! Wishing you all the best and enjoy your overwhelmingly-perfect social life while pathetically I'm enjoying mine.
Blogger adalah sebuah profesi; BUKAN sekedar pathetic "social life"!
groetjes,
dodY xxxx
*sabar... sabar... sabar...* hari gini memang kudu banyak sabarnya.
selengkapnya/read more...
posted by dodY @ 20:26
|
|
|
|
|
|
Wednesday, May 04, 2005 |
|
catch the janji dodY fever!
maksudnya janji joni atau janji dodY siy? hehe! oohh.. ini hanya keajaiban dunia fotografi digital saja :-)
barusan nonton this superbly funny janji joni hari senen lalu! setelah sekian lama absen dari perkembangan dunia perfilman di planet ini. maklum lah... lagi seret! namanya juga in a state of negative cash inflow :-) huauahau LOL
sebagai light entertaining movie, janji joni memang cukup menghibur. meski masih juga banyak kekurangan di sana-sini... hal itu tak membuat film ini kehilangan esensi yang ingin ditampilkannya! hehehe... 'kan buatan manusia memang ngga ada yg sempurna :-) *saint mode on*
tak mau dibilang melangkahi sang senior dunia perfilman... namely bapak yg satu ini... maka kali ini saya akan membiarkan anda menikmati fim ini tanpa komentar panjang lebar. dan sebelumnya, mohon maaf kalo foto-foto yg terpasang kali ini terbilang cukup offensive. tiada maksud saya utk menyinggung pihak2 tertentu. kalo ada yg offended.... hehehe.. ke laut aja deh :-)
nah.. kalo captured scenes di bawah ini... hanyalah serangkaian proyek gila saya! maka enjoy kan foto2 berikut dalam gelak ceria tawa anda semua :-)
coba ini bener2 pacar gw... or at least dosen skripsi gw! kan bisa semangat joeang 45 menyelesaikannya :-) heuheuee LOL
begini lah kalo dodY terjebak di antara dua kubu yang berseteru! tapi selalu saja.... dengan mariana renata di situ, pertempuran sesengit apa pun akan selalu terasa adeeeeeeeeeeeeem :-) tetep deh :-D
begini lah jadinya kalo dua insan manusia terlibat adegan di tempat gelap gulita! huahauha.... kok mesum gini siy? LOL :-)
semoga posting kali ini mampu memberikan inspirasi tersendiri untuk keceriaan hari-hari anda semua! have a hardrocking long weekend, minna-san
groetjes,
dodY xxxx
selengkapnya/read more...
posted by dodY @ 20:04
|
|
|
|
|
|
|
|