|
|
Thursday, September 27, 2007 |
|
Menuju Sehat: Sebuah Tantangan
Sebagian dari kita tanpa disadari mengganggap kesehatan sebagai sebuah berkah yang didapat dengan mudah hingga kerap kali keberadaannya diabaikan begitu saja. At some point, we tend to take our health for granted. Mungkin memang itu lah yang saya pikirkan dan alami selama ini. Menganggap kesehatan sebagai sebuah paket yang "sudah seharusnya di situ" dan cenderung menjalaninya dengan sembrono.
Terlambat makan memang bukan sesuatu yang aneh bagi saya. Kesibukan sana-sini tak pelak "sedikit memaksa" saya untuk menggeser jadwal makan "beberapa jam" ke belakang. Sekali dua kali mungkin bisa dimaklumi, namun kalau sudah berkali-kali dan menjadi kebiasaan? Hmmm... tunggu dulu.
Hingga pada tanggal 14 September silam saya kena getahnya. Menjelang saat berbuka puasa perut terasa begitu perih. Saya pikir karena kelaparan biasa. Maklum, baru hari kedua menjalani ibadah puasa. Selepas waktu berbuka rasa sakit dan perih tak kunjung reda. Kini di bagian perut bawah sebelah kanan: terserang rasa nyeri yang amat sangat. Very deep and sharp pain.
Langsung saya mengkonsumsi obat maag yang diharapkan mampu mengurangi rasa sakit itu. Bukan keputusan yang bijaksana rupanya. Bau obat yang menyengat itu malah membuat saya merasa semakin mual hingga tak tertahankan lagi harus *maaf* memuntahkan makanan dan minuman di saat berbuka puasa tadi.
Di saat ini rasa sakit di bagian perut bawah sebelah kanan semakin menjadi. Tenaga saya benar-benar terkuras habis untuk melawan rasa sakit tersebut hingga saya terkapar dengan lemas. Untuk berdiri dan berjalan saja saya harus berpegangan dan sempat hampir terjatuh. Saat itu juga saya memutuskan untuk minta diantarkan kakak ipar saya ke dokter untuk periksa kondisi saya. Untung saja dokter berada di komplek perumahan saya mudah dijangkau, sehingga perjalanan ke sana tak begitu menyiksa.
Menunggu giliran diperiksa ternyata cukup memberi siksaan dalam melawan rasa sakit tersebut. Saat akhirnya si dokter memeriksa saya, tanpa banyak ba bi bu beliau merujuk saya untuk segera dirawat di rumah sakit. Kecurigaan timbul: serangan usus buntu. Untung saja tak jauh dari komplek perumahan tempat saya tinggal ada sebuah rumah sakit. Di UGD situ lah saya dirujuk. Setelah menjalani pemeriksaan USG *ibu hamil mode on* didapati memang saya mengalami luka yang cukup parah di lambung dan juga usus buntu yang meradang. Anjuran dokter: operasi pengangkatan usus buntu malam itu juga. Setelah kakak ipar menghubungi orang tua, akhirnya diputuskan lah untuk menjalani operasi di rumah sakit tersebut.
Malam sekitar pukul 22.00 operasi dilangsungkan. Pembiusan hanya dilakukan pada separuh badan (mulai dari pinggang ke bawah). Saya yang sudah begitu lelah akhirnya benar-benar tertidur ketika operasi dilangsungkan. Jadi sebenarnya seperti bius total yah? Hehehe.
Saya baru tersadarkan diri keesokan harinya dengan pengaruh bius yang masih membuat kaki saya tak bisa digerakkan. Seharian itu pula saya belum diizinkan untuk makan. Wah, ini sama saja dengan puasa dua hari berturut-turut dong. Walau saya sudah diinfus, tapi kan tetap saja infus itu tidak berasa apa lagi mengenyangkan! Hehehe! Pada hari berikutnya saya sudah dibolehkan makan. Benar-benar acara balas dendam bagaikan orang yang kelaparan *dalam arti yang sesungguhnya* :-)
Senin siang saya sudah diperbolehkan untuk pulan dan beristirahat di rumah. Wow, having a weekend break at the hospital? That was something :-D Sempat pula harus mengganti rangkaian obat yang dikonsumsi karena luka di lambung terlalu sensitif untuk dihadapkan dengan obat yang mengandung vitamin C dosis tinggi. Senin malam sempat muntah dan badan lemas adanya. Syukur lah di hari Selasa pagi keadaan sudah kembali membaik.
Menjalani hari-hari di masa penyembuhan memang merupakan sebuah tantangan. Tak bisa bebas bergerak. Perut masih merasakan kontraksi *benar-benar seperti ibu hamil* :-D dan juga rasa letih yang cepat sekali melanda. Istirahat total, itu lah yang harus saya jalani.
Memang, menjadi sehat itu sangat mahal. Menjaga kesehatan yang sering kali diabaikan baru terasa sungguh penting adanya di saat kita terserang sakit. Badan yang terkulai lemas seperti tiada arti sama sekali. Betapa tubuh sehat yang selama ini dianggap bak angin lalu kini menjadi begitu dirindukan. Tantangan untuk menjadi sehat dan menjaga kesehatan harus dihadapi dengan arif dan bijaksana. Tempatkan lah mereka sebagai sebuah kebutuhan, dan bukannya begitu terserang sakit baru bertindak.
Ini lah sebuah pelajaran berharga bagi saya. Semoga pula menjadikan inspirasi tersendiri bagi anda semuanya untuk dapat menjalani hidup sehat sekaligus menjaga kesehatan. Have a hardrocking healthy life, minna-san. Groetjes.
PS. Terima kasih untuk segala dukungan yang telah diberikan rekan-rekan sekalian. Juga untuk Tyka, yang menuliskan sekilas info kejadian ini di blog-nya.
selengkapnya/read more...
posted by dodY @ 11:32
|
|
|
|
|
|
|
|