|
|
Wednesday, May 30, 2007 |
|
Menembus Batas Prasangka untuk Menyemai Benih Perdamaian
Promoting peace sebagai sebuah tujuan mulia sepatutnya dapat dicapai dengan cara yang sederhana. Bagaimana cara mencapai hal itu? Mari kita coba dengan "saling pengertian tanpa harus dihantui oleh prasangka". Memang terdengar sangat normatif, tapi tunggu hingga hal tersebut terlaksana di tingkat keluarga dan komunitas di mana kita hidup sehari-hari. Terdengar biasa-biasa aja? Kurang menantang? Tunggu dulu...
Bagi kita yang dibesarkan dalam lingkungan yang relatif homogen ada kecenderungan untuk memandang berbagai hal melalui perspektif yang homogen pula. Memeluk agama berdasarkan pilihan orang tua, berpakaian seperti layaknya apa yang semua orang pakai, berpikir seperti kebanyakan orang yang setiap hari kita jumpai. Kenyataan berbicara bahwa bangsa ini terbilang sangat majemuk dengan berbagai etnis dan kebudayaan yang menyusunnya. Bagaimana pun juga, dalam pengamatan yang lebih mendalam sesungguhnya bangsa ini sangat lah homogen. Konformitas itu diwujudkan melalui sebuah ikatan (bonding) kebangsaan yang membungkus seluruh aspek kehidupan di dalamnya.
Tanpa banyak disadari, ikatan kebangsaan telah memberikan sebuah proteksi terhadap masyarakat di dalamnya. Perlu disadari bahwa ini bukan sebuah perlindungan absolut, namun setidaknya itu lah yang membangun comfort zone yang selama ini kita huni. Kenyamanan ketika berada bersama orang-orang dengan cara berpikir yang sama dengan kita agaknya sulit disangkal. Bisa jadi kita memang merasa aman dengan pemikiran arus utama (mainstream) yang selama ini kita anut. Tak perlu pusing berpikir dengan cara lain, toh semua orang di sini juga berpikir demikian.
Semua?
Tantangan akan timbul saat kita harus melawan cara pandang "toh semua orang di sini juga berpikir demikian". Lalu apa yang harus dilawan?
Mari lah kita coba melihat ada apa dengan orang-orang di sana.
Di samping petualangan melihat dunia, program pertukaran pelajar / pemuda menawarkan tantangan sekaligus reward bagi peserta sekaligus komunitas pengirim dan penerima akan kesempatan untuk saling belajar dan memahami satu sama lain. Tentang cara hidup dan berpikir yang selama ini kerap terkaburkan oleh prasangka budaya yang melekat di benak kita. Tentang apa yang sebenarnya terjadi di sisi lain dunia yang selama ini sering tersamarkan oleh pemberitaan di media. Tentang persamaan dalam perbedaan prinsip hidup kemanusiaan yang sesungguhnya berlaku universal.
Pembelajaran ini tidak lah menghakimi siapa yang hidup dengan pemikiran mainstream dan siapa yang tersisihkan dengan pemikiran alternatifnya. Pengalaman saya mengikuti berbagai program pertukaran telah mengajarkan untuk mendobrak stereotip dan prasangka yang selama ini tertanam dalam pikiran kita. Di sini lah saya mendapatkan pelajaran berharga dalam menghargai perbedaan yang sepatutnya dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Di tingkat akar rumput (grassroot) ini lah yang saya sebut dengan menembus batas prasangka untuk menyemai benih perdamaian.
Akhir pekan lalu, saya ikut membantu Yayasan Bina Antarbudaya / AFS Chapter Malang dalam menyelenggarakan seleksi tahap II (wawancara) bagi calon peserta Year Program, YES/Youth Exchange and Study, MEXT maupun berbagai program pertukaran lainnya. Seperti yang pernah saya alami sebelumnya, pengalaman ini selalu meninggalkan kesan yang mendalam. Di samping berkesempatan untuk melakukan reality check, tugas ini membawa saya kepada ritual pembantaian brondong-brondong SMA dengan sederetan pertanyaan yang membunuh itu *wicked smile* :-D
Melelahkan? Hmm... you do the math. Bersama satu orang rekan relawan lainnya, tim kami telah mewawancarai sembilan orang peserta dengan masing-masing alokasi waktu 40 menit. Hehehe, untung saja menu makan siang "Ayam Goreng Pak Maning" cukup mampu mensuplai energi dan semangat kami dalam melaksanakan tugas itu. Dibela-belain datang jauh dari Surabaya, tidak dibayar, capek, dan penat. Lengkap lah sudah penderitaan saya. Hehehe, nampaknya memang saya sudah terobsesi dalam mengabdi sebagai relawan AFS.
Mungkin saja saya seorang idealis. Namun apa pun label yang diberikan, saya percaya akan satu hal. Bahwa masa depan bangsa ini terletak di pundak generasi muda, dan untuk pengembangan generasi muda itu lah saya mengabdikan diri. Kontribusi saya memang tidak banyak, namun saya yakin bahwa mereka lah nantinya yang akan membawa dan mengendalikan kemajuan negri ini.
Viva Generasi Muda Indonesia!
Merdeka!
selengkapnya/read more...
posted by dodY @ 18:21
|
|
|
|
|
|
|
|